Kamis 06 Dec 2018 13:03 WIB

Minta Tambah Kuota Mesti Dibarengi Perbaikan Pelayanan

Pelayanan terhadap jamaah haji setiap tahunnya dinilai belum meningkat.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Andi Nur Aminah
Jamaah haji Indonesia yang akan bersiap  pulang ke Tanah Air dari Bandara King Abdulaziz, Jeddah (ilustrasi)
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Jamaah haji Indonesia yang akan bersiap pulang ke Tanah Air dari Bandara King Abdulaziz, Jeddah (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Penambahan kuota haji untuk calon jamaah haji (calhaj) 2019 terus diupayakan Pemerintah RI ke Pemerintah Arab Saudi. Upaya itu disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Saudi Agus Maftuh Abegebriel dengan menyurati Raja Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud seperti yang disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (27/11).

Pengawas Haji dan Umrah Mahfud Djunaedi menilai apa yang dilakukan Duta Besar RI untuk Saudi Agus Maftuh Abegebriel kurang tepat. Karena pelayanan terhadap jamaah haji setiap tahunnya belum meningkat. “Kalau memang mau menambah kuota pelayanannya betul-betul diperhatikan,” kata Mahfud Djunaedi saat berbincang dengan Republika.co.id, Kamis (6/12).

Baca Juga

Mahfud menyarankan, seharusnya Agus yang menjadi perwakilan pemerintah di Saudi mengupayakan bagaimana agar beberapa komponen yang menjadi penyebab biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) naik tidak dinaikan pemerintah Saudi. Meski ia melihat realistis naik tidaknya BPIH berdasarkan beberapa komponen di pemerintah Saudi. “Tidak masalah dinaikan asalah ditingkatkan juga pelayanannya,” katanya.

Mahud menyampaikan salah satu pelayanan umum yang mesti ditingkatkan adalah tentang kesehatan. Masalah kesehatan ini, dia mengatakan, penting diperhatikan oleh pemerintah karena menyangkut nyawa jamaah di negeri orang.

“Sekarang itu kan yang meninggal cukup banyak karena pengawasan pemerintah yang kurang. Pengawasan di mana? Satu, pada waktu pemeriksaan kesehatan kalau memang tidak sehat jangan diberangaktkan,” katanya.

Dia mengatakan, karena Allah SWT tidak pernah memaksa hambanya yang tidak mampu baik secara fisik dan keuangan untuk menunaikan ibada haji ke Tanah Suci setiap tahunnya. 

Alasan lain, kenapa Mahfud setuju BPIH dinaikan, karena melihat realitas sebagian jamaah mampu membayar Rp 100 juta, Rp 200 juga sampai Rp 300 juta untuk bayar ongkos naik haji demi bisa berangkat tanpa menunggu waktu lama dengan cara mendaftar ongkos naik haji (ONH) plus. Intinya, kata dia naik tidak masalah asalah pelayanan terhadap jamaah ditingkatkan.

“Supaya pelayanan lebih bagus harus dibawa rapat, rembug antara DPR, tokoh masyarkat dan tokoh agama Islam,” ujarnya.

Mahfud menyarankan saat rapat pemerintah harus menyampaikan alasan menaikan BPIH agar jamaah mendapatkan jarak yang lebih dekat dari tempat penginapkan ke tempat-tempat ibadah di Makkah dan Madinah. Juga masalah makan. “Saya setuju jika ada naik. Kalau perlu pemerintah membuka saja ada harga ekonomi, ada harga menengah ada harga bisnis itu. Lebih bagus ketahuan karena selama ini tidak ada,” katanya.

Selama ini, dia mengatakan, pemerintah belum membuat sistem kelas harga. Padahal sistem kelas harga itu penting karena sebagai bagian dari peningkatan pelayanan ibadah haji kepada jamaah. Selama menurut pengamatannya, dengan harga misalnya Rp 37 juta itu sudah untuk semua, tapi jamaah ada yang mendapatkan tempat jauh dan ada jamaah yang mendapatkan tempat yang dekat.

“Padahal ini masalah. Jadi buat saja misalnya harga ekonomi jaraknya tiga sampai empat kilometer, harga menengah antara satu dan dua kilo meter dan harga bisnis antara dua sampai tiga ratus meter. Jadi ketahuan ini lebih bagus,” katanya. 

Mahfud mamastikan pemerintah tidak dilarang untuk mengambil untung dalam pembiayaan haji karena memang undang-undang tidak melarang pemerintah mengambil untung. Untuk itu, dia mentatakan, sudah saatnya semua sistem penyelenggaraan ibadah haji diubah demi kenyamaan jamaah. Mulai dari soal jarak, transportasi, makan dan penginapan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement