IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Saudi telah memberlakukan kebijakan rekam biometrik bagi jamaah yang akan mengurus visa umrah. Aturan biometrik untuk merekam sidik jari dan retina mata sudah resmi dilakukan Senin (17/12).
Pemerhati Timur Tengah Ikhwanul Kiram mengatakan diberlakukannya ketentuan biometrik oleh pemerintah Saudi bukan bentuk diskriminasi. Melainkan sebagai bentuk mengikuti perkembangan zaman yang semuanya sudah menggunakan sistem informasi atau IT.
"Kalau saya melihat ini bukan hanya visa biometrik, jadi aturan Saudi mengenai haji dan umrah itu tidak didasaran pada satu negara saja tapi berlaku bagi semuah jamah umrah dan tentu saja yang dilakukan Saudi mengikuti kemajuan IT," katanya.
Oleh karena itu Kiram mengatakan, siapa pun orangnya, apa pun negaranya tetap harus menyusaikan kebijakan atau ketentuan suatu negara ketika mengeluarkan aturan. Saat ditanya bahwa ketentuan Biometrik memberatkan jamaah Indonesia yang berada di pelosok wilayah, Ikwanul Kiram mengatakan, hal itu tidak subtansi, hanya masalah kesiapan saja.
"Yang saya tidak tahu mungkin informasinya terlalu mendadak, sehingga pemerintah Indonesia belum siap," katanya.
Kiram memastikan setiap aturan biasanya selalu disosialisasikan sebelum diberlakukan. Selama sosialisasi itulah, dia mengatakan, semua pihak yang mememiliki kepentingan dengan biometrik harus mempersiapkan diri. Agar tidak terjadi masalah ketika suatu ketentuan itu diberlakukan.
"Saya khwatir pihak Indonesia tidak mengikuti aturan itu dengan seksama sehingga ketika itu diterapkan, betul akhirnya jadi kedodoran," katanya.
Kiram mengatakan, berdasarkan pengalaman selama ia banyak melakukan pengamatan dengan dunia di Timur Tengah, negara Saudi Arabia saat memberikan undangan resmi atau tidak resmi, selalu menggunakan kemajuan teknologi. "Di negara-negara Arab itu kalau mengundang siapa pun dari Indonesia, undangan untuk seminar, undangan untuk negara itu sudah menfaatkan IT, jadi cukup lewat pesan WhatsApp," katanya.