IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan rekam biometrik oleh Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel sebagai syarat calon jamaah umrah mendapatkan visa umrah. Kebijakan tersebut diberlakukan sejak Senin, 17 Desember 2018.
Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) memiliki kendala yang sama dengan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lainnya semenjak kebijakan rekam biometrik diberlakukan. Himpuh menegaskan, jangan sampai calon jamaah umrah gagal berangkat umrah akibat kebijakan rekam biometrik yang belum siap.
Ketua Umum Himpuh, Baluki Ahmad mengatakan, akibat diterapkannya kebijakan rekam biometrik kendala dirasakan langsung oleh PPIU. Ujungnya kendala tersebut dirasakan langsung oleh masyarakat calon jamaah umrah.
"Pemerintah Saudi masih tetap memberlakukan pengambilan visa (dengan) syarat melalui rekam biometrik (di VFS Tasheel), sedangkan penyelenggara biometrik VFS Tasheel sangat belum siap," kata Baluki kepada Republika.co.id, Kamis (20/12).
Ia mengatakan, meski VFS Tasheel belum siap, kebijakan rekam biometrik tetap diberlakukan dan calon jamaah umrah dipaksa untuk patuh pada kebijakan tersebut. Padahal kebijakan rekam biometrik menjadi kendala bagi calon jamaah umrah.
Sampai hari ini Himpuh di bawah naungan Permusyawaratan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) masih melobi Pemerintah Arab Saudi untuk mempertimbangkan kebijakan rekam biometrik. PATUHI terus berusaha menyampaikan aspirasi ke Pemerintah Arab Saudi melalui pihak-pihak kementerian di Arab Saudi dan Kedutan Besar Arab Saudi di Indonesia.
Baluki menegaskan, jangan sampai masyarakat calon jamaah umrah gagal berangkat umrah. Kalau sudah gagal berangkat umrah, maka masyarakat yang dirugikan paling banyak, bukan penyelenggara umrah.
"Karena masyarakat sudah membayar dan menyelesaikan administrasinya, PPIU sudah membelanjakan tiba-tiba gagal berangkat, terus siapa yang bisa bertanggungjawab untuk mengembalikan kerugian materi dan moral," ujarnya.
Ia menegaskan, kalau VFS Tasheel belum siap menyelenggarakan rekam biometrik. Sampaikan ke Pemerintah Arab Saudi kondisinya. Supaya tidak menjadi masalah bagi berbagai pihak.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), Joko Asmoro menyampaikan keberatan dan menolak pemberlakuan kebijakan rekam biometrik. Sebab kebijakan itu sangat membebani calon jamaah umrah. Pasalnya, kantor VFS Tasheel yang ada di Indonesia tidak memadai dan tidak ada di pelosok-pelosok. Padahal banyak calon jamaah umrah berasal dari desa dan kabupaten terpencil.
"50 persen calon jamaah umrah kita berasal dari desa, sehingga mereka akan sangat kesulitan untuk melakukan rekam biometrik (di kantor VFS Tasheel) yang hanya ada di beberapa provinsi dan kota besar saja," kata Joko kepada Republika, Rabu (19/12).