Jumat 21 Dec 2018 18:47 WIB

Kenangan Masjid Kotak dan Terowongan Mahbas Jin

Mahbas Jin di musim haji berubah menjadi kampung Indonesia.

Jamaah menggunakan ojek motor dadakan yang banyak dijumpai lalu-lalang di sejumlah terowongan kota Makkah. Salah satu nya di terowongan King Abdul Aziz yang menghubungkan Masjidil Haram dengan kawasan Mahbas Jinn. (Republika/Amin Madani)
Foto: Republika/Didi Purwadi
Jamaah menggunakan ojek motor dadakan yang banyak dijumpai lalu-lalang di sejumlah terowongan kota Makkah. Salah satu nya di terowongan King Abdul Aziz yang menghubungkan Masjidil Haram dengan kawasan Mahbas Jinn. (Republika/Amin Madani)

Oleh: Mesti Arnada Nasution, Jurnalis Senior

Kawasan Mahbas Jin adalah salah satu pemondokan terdekat ke Majidil Haram. Naik bis cuma tiga menit via terowongan. Kalau berjalan kaki membutuhkan waktu 20 menit ke Masjidil Haram.

Hampir semua hotel di kawasan itu dihuni jamaah asal Indonesia. Bila hari-hari biasa, wilayah itu terasa lengang. Namun, bila musim haji, berbagai hotel di sama hiruk pikuk. Sampai-sampai daerah ini digelar kampung Indonesia

Di kawasan ini ada masjid besar berlantai tiga. Para jamaah haji yang tinggal di sana biasa menyebutnya sebagai masjid kotak. Ini karena modelnya cuma seperti kotak dan tidak pakai kubah. Masjid ini menjadi alternatif bagi para jamaah yang tidak kuat ke Masjidil Haram untuk setiap lima waktu berjamaah ke Masjidil Haram. Tiap habis waktu Subuh, Ashar, Maghrib ada ceramah dari para syaikh Arab. Di antara mereka salah satunya penyandang disabel, yakni tuna netra. Ceramah di masjid ini dilakukan dalam dua bahasa, Indonesia dan Mandarin.

Maka, saking hiruk pikuknya, setiap pagi tiba suasananya seperti pasar kaget di negeri kita. Di sana banyak orang berjualan makananan bakulan memakai menu ala Indonesia. Pedagangnyapun juga orag Indonesia, yakni para mukimin Makkah.

photo
Jamaah calon Haji dari berbagai penjuru dunia di kawasan Mahbas Jinn bergerak menuju Arafah, pada musim haji 2018. (ilustrasi)

Di sana, para pedagang dadakan di Mahbasjin,  dijual aneka makanan khas Indonesia. Di sana ada bakwan dan tempe yang dijual seharga 1 real Saudi, nasi goreng, lontong, nasi teri plus telor suwir-suwir harganya 5 real.

Dan pada siang hari, para jamaah biasanya menyerbu restoran Bakso Malang. Semangkok bakso itu dijual 13 riyal. Rasanya cukup oke mirip dengan cita rasa bakso yang lazim di Tanah Air.

Namun, tak hanya bakso, restoran ini juga jual makanan nasi rames dan juga tentunya rokok Indonesia. Namun, cuma kalau rokok cara berjualannya diam-diam alias yang tahu aja. Paling banyak aneka rokok mild dan rokok kretek baik yang pakai flter dan tidak. Harganya mereka dipatok 25 Riyal Saudi. Atau kalau mau pakai duit rupiah juga boleh yakni sebesar Rp 100.000.

Para saingan tukang bakso ini dalam berjualan rokok adalah para mukimin asal Madura. Tapi jumlah pedagang gelap rokok ini cuma satu dua. Mereka biasanya datang dengan menempel-nempel ke jamaah yang sedang merokok untuk ngasih tahu kalau butuh rokok mereka bisa suplai. Secara sekilas sekilas mirip transaksi narkoba. Ini karena memang merokok di Saudi Arabia tak bisa sembarangan. Kalau ada kios yang seenaknya menjual rokok dan tertangkap razia, maka dendanya luar biasa mahal, sampai 250 ribu real. Maka kios bisa langsung bangkrut.

photo
Suasana hiruk pikuk pedagang di kawasan Mahbas Jin ketika musim haji 2018. (foto Mesti Arnada Nasution)

Rokok yang dijual kepada para jamaah yang tinggal Mahbas jin jenis rokoknya lebih variatif sampai2 rokok. Harganya rata 23 real sebungkus (satu  real kini sekitar Rp 4000). Harganya lumayan mahal kalau dibanding beli di Bakso Malang.

Jadi itulah, kenangan akan 'Kampung Indonesia' di Mahbas Jin. Selama musim haji jadilah kawasan ini bebas merokok. Kuncinya hanya satu: yang penting kuat belinya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement