Ahad 31 Dec 2017 05:01 WIB
Kaleidoskop 2018

Evaluasi Haji dan Visa Biometrik yang Mengganjal

Satu yang diharapkan terwujud adalah jalur cepat haji diterapkan di seluruh embarkasi

Rep: Ali Yusuf/ Red: Andi Nur Aminah
Masjidil Haram dipadati jutaan jamaah haji dari berbagai negara (ilustrasi)
Foto: EH Ismail
Masjidil Haram dipadati jutaan jamaah haji dari berbagai negara (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memiliki lima inovasi penyelenggaraan ibadah haji 2019. Lima inovasi itu dikeluarkan sebagai upaya kerja keras pemerintah meningkatkan pelayanan terhadap jamaah haji.

Di antara inovasi yang akan digunakan Lukman dan jajarannya di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) pada penyelenggaraan ibadah haji 2019 ialah pertama, menerapkan fast track (jalur cepat) pada seluruh bandara pemberangkatan (embarkasi). Jika pada 2018, jalur cepat ini baru dilaksanakan di Bandara Sokarno Hatta, maka tahun depan ditargetkan dapat dilaksanakan di seluruh bandara.

Kedua, penempatan jamaah haji berdasarkan sistem zonasi. Ketiga, penggunaan air conditioner (AC) di Arafah. Keempat, sistem pelaporan petugas digital. Kelima, penguatan manasik haji menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian penyelenggaraan haji 2019.

Dari lima inovasi yang disampikan Menag itu, masih dibutuhkan penambahan kapasitas tenda dan sanitasi. Dua hal ini yang banyak dikeluhkan jamaah haji ketika berada di Mina dan Arafah. Sekjen Amphuri Firman Nur Alam menyebut pelayanan di Mina dan Arafah tahun lalu yang dicatatnya adalah terbatasnya kapasitas ruangan untuk tinggal jamaah dan fasilitas toilet bagi jamaah.

photo
Seorang petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Daker Makkah melakukan pengecekan fasilitas toilet di Arafah, Ahad (30/7). Untuk tahun ini ada pembaruan fasilitas berupa penggantian tenda dengan bahan ppc yang tahan panas dan antibakar.

Firman mengatakan minimnya toilet menjadi masalah terberat yang dirasakan jamaah haji kemarin. Jumlah toilet yang tersedia dengan kapasitas jamaah setiap Maktab sangat minim. Satu toilet digunakan hampir untuk 100 orang bahkan sampai 150 orang. "Ini yang menjadi masalah, sedangkan cuaca panas, kondisi padat dan crowded," katanya.

Karena itu dia menyarankan penyelesaian jangka pendek yang mudah untuk mengatasi masalah ini adalah memperbanyak jumlah toilet, juga menambah kapasitas di ruangan tenda-tenda. Alasannya jika toilet ditambah, pasti kapasitas menjadi sempit. Makanya menjadikan toilet dua tingkat sebagaimana yang telah dilakukan toilet-toilet baru di Musdalifah adalah sebuah pilihan.

Firman berharap masalah-masalah itu harus segera diselesaikan demi tercapainya pelayanan terhadap jamaah haji. Mengingat kondisi cuaca untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan sangat ekstrem panasnya yang bisa mencapai 50 derajat.

Selain menambah jumlah dan memperbaiki toilet, masukan lain yang mesti pemerintah RI sampaikan kepada pemerintah Saudi adalah membangun dalam bentuk gedung-gedung bertingkat sebagai tempat pemondokan. Sehingga tidak lagi ada tenda-tenda.  

Meski penambahan fasilitas di Mina dan Arafah adalah kewenangannya Kementerian Haji Pemerintah Saudi, tapi peran Pemerintah RI melalui Kementerian Agama akan menjadi sorotan oleh 200 ribu lebih jamaah ketika fasilitas-fasilitas di tempat-tempat sakral ibadah haji tidak nyaman digunakan oleh setiap jamaah. Jadi, untuk bisa mendapatkan perbaikan atau penambahan fasilitas ibadah haji terutama di Mina dan di Arafah, maka diperlukan diplomat-diplomat yang handal.

Masukan-masukan yang mesti disampaikan ke pemerintah Saudi adalah bagaimana membuat sebuah inovasi tempat tinggal yang memuat banyak jamaah dalam satu tempat sebagaimana yang pemerintah Saudi lakukan terhadapa perluasan di Masjidil Haram dan Nabawi. "Makanya sekarang harus sudah dipikirkan membuat tenda bertingkat atau gedung bertingkat atau lain sebagainya agar peningkatan pelayanan di sana bisa baik," katanya.

photo
Foto udara deretan tenda-tenda di Kota Mina Senin (20/8). Jutaan jamaah haji bermalam di dalam tenda ini sebagai rangkaian ibadah haji.

Firman mengakui memang tidak realistis membangun sebuah gedung di Mina dan Arafah karena hanya digunakan satu kali dalam setahun. Untuk itu kata dia tenda-tenda yang didirikan di Arafah selalu yang portable. "Terlalu besar infestasi untuk sesuatu dibangun megah kemudian dipakai hanya satu tahun sekali," katanya.

Firman mengakui bahwa tenda-tenda portable yang berdiri di Mina dan di Arafah itu sudah canggih karena tidak mudah terbakar oleh api. Namun masalahnya tenda-tenda itu tidak muat banyak jamaah. Karena itu, usulan yang dianggap pantas adalah mencari teknik membangun tenda yang bertingkat.

"Tidak sulit untuk membuat tenda dan toilet dua tingkat karena sekarang sudah ada bahannya dari knock down dan baja ringan. Kita perlu melakukan inovasi berupa usulan-usulan yang komprehensif untuk meningkatkan pelayanan," katanya.

Jika melihat masalah-masalah di atas, sangat realitis jika Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Syamsul Maarif megakui tidak merekomendasikan meminta tambahan kuota haji kepada pemerintah Saudi. Langkah itu menurutnya penting sebelum fasilitas-fasilatas di Mina dan Arafah diperbaiki.

Dia mengakui, penambahan kuota merupakan jalan satu-satunya mengurangi antrean panjang orang yang akan berangkat haji. Namun yang diharapkan juga adalah penyelenggaraan ibadah haji lebih manusiawi. Selama ini, jamaah di tenda Mina, sulit untuk dibuat tidur. "Bagaimana kalau ditambah kuota, maka selagi Mina belum dilakukan penataan ulang, maka kuota belum bisa ditambah," kata Syamsul.

photo
Aksi menolak penerapan visa rekaman biometrik melalui VFS Tasheel di Kedutaan Arab Saudi, Jakarta

Selain masalah haji, yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah adalah penerapan ketentuan visa biometrik bagi jamaah umrah. Ketentuan ini dinilai merepotkan calon jamaah umrah. Untuk itu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama diminta meningkatkan posisi tawar untuk menekan kebijakan-kebijakan pemerintah Saudi yang menyulitkan jamaah Indonesia. Posisi tawar atau bargaining sudah berhasil dilakukan negara lain terhadap Saudi atas kebijakan yang dinilai menyulitkan. Lantas, kenapa Indonesia tidak?

Sekretariat Jendral Syarikat Penyelenggara Umroh Haji Indonesia (Sapuhi) H Riza Palupi menyebut beberapa negara-negara sudah mengajukan keberatan atas ketentuan visa progresif.

Negara yang mengajukan keberatan terhadap ketentuan visa progresif dan disetujui pihak kerjaan adalah negara Malaysia, Kuait dan Pakistan. Menurut Riza Pemerintah RI mampu melakukan lebih dari sekadar posisi tawar terhadap pemerintah Saudi. Apalagi karena Indonesia merupakan negara yang mengirim jamaah umrah dalam jumlah cukup besar.

Riza mengatakan sebagai pihak swata dipastikan tidak mampu melakukan lobi-lobi terhadap pemerintah Saudi untuk menolak ketentuan-ketentuan yang memberatkan jamaah. Karena kata dia yang relavan melakukan lobi terhadap pemerintah saudi adalah pemerintah melalui Kementerian Agama.

Malah pemerhati Umrah dan Haji Mahfud Junaedi yang juga menjabat Dewan Penasihat Amphuri ini menyarankan Pemerintah RI mesti tegas jika Pemerintah Saudi tidak mencabut semua kebijakan-kebijakan yang dinilai menyulitkan jamaah umrah dan haji Indonesia maka Pemerintah RI harus mengajak asosiasi kompak mengeluarkan somasi. "Mestinya pemerintah menganjurkan asosiasi-asosiasi boikot tidak ada umrah," katanya.

Mahfud memastikan Saudi akan gentar dengan ancaman itu. Saudi tentu tidak ingin kehilangan pemasukan dari Indonesia di bidang umrah dan haji yang jumlah jamaahnya tertinggi dibanding dengan negara-negara lain.

photo
Kantor VFS Tasheel di Epiwalk, Rasuna Epicentrum, Jakarta ramai didatangi calon jamaah umrah yang mengurus perekaman data biometrik, Senin (17/12).

Pemerintah tampaknya harus lebih bersungguh-sungguh mengurus visa biometrik. Sejak resmi diterapkan 17 Desember lalu, segudang permasalahan pun bermunculan. Calon jamaah umrah harus antre berjam-jam di kantor VFS Tasheel yang dipercaya kerajaan Saudi menjalankan rekam biometrik. Meski disebutkan tersebar di 35 kota besar di seluruh Indonesia, namun kator VHS Tasheel dinilai masih belum mampu memberi pelayanan prima kepada calon jamaah umrah.

Bahkan server mereka pun pernah down, sehingga tak ada aktifitas perekaman biometrik yang digelar saat server itu ngadat. Alhasil, jamaah harus menunggu lagi keesokan harinya padahal mereka ada yang datang dari luar pulau.

Kemenag melalui Direktur Pembinaan Haji Khusus dan Umrah Kemenag RI Arfi Hatim mengatakan, pemerintah Indonesia menghormati dan memahami kebijakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dalam penerapan rekam biometrik. Namun denganm kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri atas ribuan pulau itu, dia mengatakan ada baiknya Kerajaan Arab Saudi meninjau ulang kebijakan ini.

"Karena banyak juga calon jamaah yang berasal dari pulau atau desa terpencil. Tentu ini akan berdampak pada penambahan biaya serta kesulitan transportasi untuk menuju kantor VFS Tasheel yang hanya ada di beberapa provinsi dan kota besar saja," ujar Arfi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement