Ahad 30 Dec 2018 11:51 WIB

Dilema Perempuan Arab Saudi: Makkah Jangan Berubah?

Perempuan bekerja di sektor publik sudah mulai terlihat di Makkah.

Seorang perempuan Saudi yang mengendarai mobil
Foto: Reuters
Seorang perempuan Saudi yang mengendarai mobil

Oleh: Uttik M Pandji Astutu, penulis buku dan traveler

Perempuan berbadan besar itu sibuk mengomel dalam bahasa Arab berartikulasi cepat. Saya bingung memandangnya, "Perasaan dari tadi yang diminta sudah saya lakukan, kenapa dia masih ngomel juga?" batin saya.

Sekali lagi dia menunjuk-nunjuk lengan saya sambil menggeser-geser lengannya, setelah sebelumnya sibuk mengatur telapak kaki kiri saya.

"Min aina Anti -Anda dari mana-?" Tanya saya.
Dibuatnya gerakan jari seperti sedang mengetuk-ngetuk sesuatu sambil berkata, "Saudi."
"Pantes," seperti dugaan saya.

Bagi yang sudah pernah ke tanah Suci, bukan hal baru kalau melihat ada orang yang masih sibuk mengatur shaf shalat saat iqamah sudah dikumandangkan. Bahkan seringkali ia harus masbuk -terlambat- gegara belum beres juga mengatur shaf shalat orang lain.

Hampir bisa dipastikan mereka ini adalah orang Saudi. Betul, rapat dan lurusnya shaf shalat menjadi syarat. Namun, orang Saudi mengimplementasikannya sangat saklek.

Mereka akan sibuk mengatur orang-orang di sekitarnya supaya maju-mundur-geser sana sini, sampai shaf shalat yang sebenarnya sudah lurus, jadi seperti yang mereka mau.

Tak jarang karena sudah tertinggal imam, orang-orang yang diatur langsung mengangkat takbir, tak lagi memedulikan instruksi warga Saudi tersebut. Jadilah mereka tetap ribut sendiri, sementara yang lain sudah mulai shalat. Seperti yang barusan saya lakukan.

Shalat Jumat di Masjidil Haram selalu luar biasa padatnya. Namun, tahun ini pengaturan arus keluar-masuk masjid tidak seketat akhir tahun lalu. Salah satu penyebabnya karena proyek pembangunan perluasan masjid sudah hampir rampung.Di rekaat kedua imam membaca surat Al-Ghasiyah. Surat ini memang biasa dibaca saat shalat Jumat. Saya senang sekali, karena ada penggalan nama saya di ayat ke-13.

Dan saya menandai, setiap tahun selalu ada yang berubah di kota Suci. Tahun ini, selain pengaturan keluar-masuk masjid yang tidak seketat sebelumnya, juga ada kejutan di area publik sekitar Masjidil Haram.Yakni munculnya para perempuan pekerja di sektor publik. Resepsionis hotel, penjaga toko, pegawai restoran, perempuan boleh menyetir mobil sendiri dan sebagainya. Ini sesuai dengan kebijakan baru yang digagas pemerintah Arab Saudi.

Tahun-tahun sebelumnya saya tidak pernah melihatnya. Ini semua merupakan salah satu perubahan yang sedang didengung-dengungkan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Menjadi bagian dari slogan 'Saudi vision 2030'.Di kota-kota besar seperti Jeddah dan Riyadh, perempuan boleh menyupir, nonton pertandingan sepakbola di stadion, nonton bioskop, dan sebagainya.

Saya sungguh penasaran, apa kata perempuan Saudi atas perubahan ini?

Hasnah, seorang guru SMP yang saya jumpai usai shalat Jumat dengan antusias menjawab pertanyaan saya. Sekalipun bahasa Inggrisnya terpatah-patah dan sesekali dibantu Google Translate, ia mengatakan, "Saya setuju dan tidak setuju dengan perubahan ini," katanya mengawali pembicaraan.

Baginya tak masalah perempuan bekerja, tapi sebaiknya bukan di area publik alias di lingkungan privat yang hanya melayani perempuan. Selain itu, saat bekerja jangan memakai makeup atau dandanan yang menyolok.

Seturut dengan Hasnah, Maryam, seorang ibu dengan satu bayi yang dibawanya shalat Jumat mengatakan, "Saya tidak setuju. Sebaiknya perempuan tidak bercampur dengan laki-laki yang bukan mahramnya secara intens, seperti di tempat kerja."

Bagi saya, yang tentu tidak mempermasalahkan perempuan bekerja, secara saya pun melakukannya, perubahan yang terjadi di kota Mekkah tidaklah menyenangkan.

Bolehlah perempuan menyupir, nonton bola, bekerja di sektor publik, dan seterusnya, selama itu tidak dilakukan di kota Makkah dan Madinah.

Biarlah dua kota suci ini selamanya terjaga kesuciannya. Allah tetap akan mencurahkan berkahnya yang berlimpah. Seperti yang dijanjikannya pada Ibrahim AS saat meninggalkan Siti Hajar dan putranya Ismail di padang tandus tak berpenghuni.

Biarlah bumi terbolak-balik seperti apa, selama kota suci ini tetap terjaga.

Sungguh, saya tak rela. 
Mekkah jangan berubah.

Masjidil Haram, 27/12/2018

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement