IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan pemerintah untuk tidak menambah jumlah petugas dinilai sudah tepat. Jumlah TKHI sama dengan jumlah TKHI pada tahun 2018 yakni sebanyak 1.521 orang.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis mengatakan, keputusan tidak menambah jumlah TKHI sudah tepat dan menyesuaikan tidak bertambahnya kota haji tahun 2019. "Saya rasa cukup, tidak ditambah TKHI," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin(14/1).
Iskan menyarankan jika pemerintah ingin menambah TKHI, maka harus ditambah TKHI yang khusus menangani jamaah haji yang sudah lanjut usia (Lansia). Karena kata Iskan, jumlah jamaah lansia untuk musim haji tahun 2019 nanti cukup banyak. Sehingga memerlukan penanganan khusus dari para petugas kesehatan terkait masalah kesehatannya yang riskan.
"Tahun ini hampir 30 persen jamaah lansia jadi kesehatan mereka sangat riskan kalau mau ditambah yang khusus untuk menangani lansia itu perlu," sarannya.
Manurut Iskan, keputusan tidak ditambahnya TKHI oleh pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes). Iskan mengatakan hal itu sudah berdasarkan pertimbangan dari hasil data dan informasi yang diperoleh Kemenkes RI di lapangan. "Sudah berdasarkan data-data jenis penyakit apa yang sering diderita jamaah di Tanah Suci," katanya.
Iskan mengatakan, selama ini panyakit jenis apa yang sering diderita jamaah haji sedikit banyaknya sudah diketahui petugas kesehatan. Selain sakit karena shock culture, penyebab jamaah sakit di Tanah Suci karena sakit bawaan dari Tanah Air.
Karena itu, dia mengatakan tidak perlu dikhawatirkan jumlah TKHI yang tidak bertambah. Karena penyakit-penyakit yang sering dialami jamaah sudah terdeteksi sejak dini seperti kelelahan dan jamaah kehabisan oksigen. "Kalau kelelahan kan tinggal istirahat, dikasi oksigen selesai," katanya.
Meski peralatan medis tidak selengkap seperti di RS pada umumnya, Iskan mengatakan, perlengkapan dasar yang dimiliki TKHI sudah cukup digunakan untuk menangani jamaah yang sakit karena kelelah atau kekurangan oksigen.
"Di Makah itu walaupun bukan RS tapi fasilitasnya banyak, ruangan banyak sehingga kalau mereka kelelalaham mereka baru diistirahakan di situ dikasih obat cepat sembuhnya," katanya.
Dia menyebut, sudah menjadi kewajiban Pemerintah Saudi jika ada jamaah haji yang sakit berat bisa dilarikan ke RS milik pemerintah Saudi. Dan itu biayanya free. "Kalau memang sakit parah dan sampai harus dioprasi itu memang sudah bukan kita. Jadi kita tidak boleh menangani karena itu wewenang Saudi," katanya