IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Permusyawarakatan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) memperkirakan, banyak Panitia Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang rugi akibat kebijakan rekam biometrik Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Kebijakan tersebut membuat calon jamaah umrah tertunda keberangkatannya sehingga tiket pesawat dan hotel yang sudah dipesan PPIU, hangus.
Sekretaris Jenderal PATUHI Muharom Ahmad mengatakan, sejak diberlakukan kebijakan rekam biometrik sebagai persyaratan mengurus visa bagi calon jamaah umrah pada 17 Desember 2018. Banyak calon jamaah umrah yang kesulitan mendapatkan visa dikarenakan sulitnya akses menuju kantor Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel untuk melakukan rekam biometrik.
Muharom menjelaskan, lokasi kantor VFS Tasheel sangat jauh dari domisili calon jamaah umrah. Mereka telat melakukan rekam biometrik dan terlambat mendapatkan visa. Sehingga keberangkatan calon jamaah umrah harus mundur atau tertunda dari jadwal yang sudah diatur oleh PPIU.
"Dengan tertundanya keberangkatan jamaah, secara otomatis, tiket penerbangan yang seyogyanya untuk pemberangkatan dan pemulangan jamaah jadi hangus, mau tidak mau hal itu menjadi tanggung jawab penyelenggara (PPIU) karena sudah melakukan booking seat pada maskapai yang akan digunakan," kata Muharom kepada Republika.co.id, Rabu (16/1).
Dikatakan Muharom, akomodasi hotel tempat jamaah menginap di Makkah atau Madinah juga hangus jika calon jamaah umrah tidak datang tepat pada waktu yang telah disepakati. Menurutnya, para PPIU telah mengalami kerugian sekitar Rp 30 miliar akibat terjadi pengunduran waktu terbang dan pesan hotel untuk jamaah umrah selama di Arab Saudi.
Dia memperkirakan, sudah ada sekitar 2.000 calon jamaah umrah yang tertunda keberangkatannya akibat kesulitan melakukan rekam biometrik. Jika dihitung kerugiannya, harga tiket pesawat calon jamaah umrah sekitar Rp 12 juta sampai Rp 13 juta. Ditambah biaya hotel yang hangus pada dua malam pertama dari tanggal pesan sebesar Rp 2 juta.
"Maka rata-rata PPIU mengalami kerugian Rp 15 juta per jamaah, jika dikalikan 2.000 jamaah maka sudah mencapai Rp 30 Miliar kerugiannya," ujarnya.
Anggota Dewan Pembina PATUHI Joko Asmoro menegaskan, jika kebijakan rekam biometrik tetap diberlakukan tentunya akan sangat menyulitkan calon jamaah umrah dan merugikan PPIU. Maka daripada PPIU terus mengalami kerugian, PATUHI akan menghentikan pemberangkatan ibadah para calon jamaah umrah supaya PPIU tidak mengalami kerugian yang lebih besar lagi.
"Inilah sebagai bentuk dan rasa prihatin kami serta tanggung jawab moral kepada calon jamaah umrah Indonesia," ujarnya.
Joko menerangkan, biasanya para PPIU telah mengatur dan menyiapkan jadwal akomodasi seperti penerbangan, hotel dan katering sampai akhir program penyelenggaraan ibadah umrah di bulan Syawal setiap tahunnya. Jadi, dalam kondisi seperti sekarang ini harus dibatalkan semua hingga sebulan ke depan. Kalau tidak dibatalkan, risikonya sangat besar.
Sebelumnya, mengenai kerugian yang diderita para PPIU telah disampaikan langsung kepada Kepala Kamar Dagang Kota Makkah di Saudi Arabia. Jadi bukan hanya pengusaha Indonesia saja yang akan mengalami kerugian, pengusaha di Arab Saudi termasuk maskapai penerbangan yang akan mengangkut calon jamaah umrah juga rugi.
"Hal ini harus dipahami bersama, karena di luar kemampuan kami dan kami tak ingin masyarakat Muslim Indonesia yang ingin melaksanakan ibadah haji dan umrah dirugikan," tegas Joko.