IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Korban jamaah First Travel (FT) berharap Direktur First Travel Andika Surachman tetap ditahan di rumah tahanan (Rutan) Depok. Informasi pemindahan terpidana kasus pencucian uang itu akan dilakukan setelah putusan kasasi Andika di Mahkamah Agung (MA) dibacakan majelis hakim MA.
Zuhairal bin Rozali, calon jamaah korban penipuan FT asal Palembang Sumatra Selatan, mengatakan pemindahan terpidana tidak ada dasar hukumnya. Untuk itu, Zuhairal meminta Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Hukum dan HAM tidak memindahkan Andika ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung. “Itu sudah menyalahi aturan karena tidak ada undang-undangnya,” kata Zuhairal kepada Republika.co.id saat mengikuti rembuk jamaah korban FT di Jakarta, Ahad (20/1).
Purnawirawan Polri ini mengatakan, selama ini dipindah atau tidaknya seorang tersangka atau terpidana merupakan kebijakan pejabat di Pengadilan atau Dirjenpas Kementerian Hukum HAM dengan mempertimbangkan hal lain. Akan tetapi secara legal formalnya, dia mengatakan, pemindahan terpidana dari satu tempat ke tempat lain belum ada aturannya yang jelas.
“Kalau mau ikuti aturan terpidana itu tidak boleh dijauhkan dengan tempat dia tinggal agar memudahkan keluarganya utuk menemuinya,” katanya.
Zuharian yang pangkat terakhir Ajun Komisaris Besar Polosi (AKBP) ini mengaku keberatan jika Andika dipindahkan tahanannya ke Lapas Sukamiskin Bandung. Untuk itu Zuharian meminta Dirjenpas Kementerian Hukum dan HAM membatalkan rencananya demi kepentingan jamaah mudah berkomunikasi dengan Andika. “Kalau dipindah pasti kesulitan kita,” kata mantan Kasat Reskim Polda Lampung itu.
Seperti diketahui, setelah vonis terhadap tiga terdakwa kasus pencucian uang First Travel, Pengadilan Tinggi menyita beberapa aset First Travel. Saat ini aset First Travel senilai Rp 905 miliar dikuasai negara dan belum dicairkan untuk kepentingan korban jamaah First Travel.
Atas dasar aset Rp 905 miliar itu tidak dicairkan, jamaah mengajukan kasasi. Saat ini materi kasasi menunggu putusan di Mahkama Agung tentang cair atau tidaknya aset yang sudah dikuasai negara itu.