Senin 11 Feb 2019 11:11 WIB

Patuhi Apresiasi Sembilan K/L Awasi PPIU

Kemenag harus mengindentifikasi akar masalah terkait penyelenggaraan ibada umrah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Artha Hanif
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Artha Hanif

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum harian Permusyawatan Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi) Artha Hanif mengapresiasi atas penandatangan nota kesepahaman antara Kementerian Agama (Kemenag) dengan sembilan kementerian lembaga (KL.). Nota kesepahaman ini dibentuk sebagai kesepakatan bersama dalam melakukan pencegahan, pengawasan, perlindungan, dan penanganan permasalahan penyelenggaraan ibadah umrah. 

“Kami mengucapkan selamat kepada Kemenag yang punya nita yang luar biasa,” kata Artha Hanif saat dihubungi, Republika.co.id, Sabtu (9/2).

Akan tetapi, Artha mengatakan, yang harus menjadi pertanyaan dalam nota kesepahaman yang digelar di Hotel Borobudur, Jumat (8/2), kemarin adalah tidak adanya poin penting atau isu baru yang disampaikan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Nizar Ali dan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin. Dia juga mempertanyakan bagaimana mengatasi persoalan-persoalan terkait penyelenggaran ibadah umrah yang sebenarnya. Padahal, semua perangkatnya sudah dimiliki Kemenag di bawah Direktorat Penyelenggara Haji dan Umrah.

“Judulnya itu perlu dipertahanyakan, terkait misalnya dengan pencegahan, pengawasan dan kemudian penangan permasalah umrah. Sejauh ini fungsinya sudah jalan, tetapi tidak efektif,” ujarnya.

Menurut Artha, sebenarnya yang harus dilakukan Kemenag sebagai pihak yang diberikan kewenangan penuh oleh negara dalam penyelenggaran haji dan umrah ini adalah mengindentifikasi apa yang menjadi akar masalah terkait penyelenggaraan ibadah umrah.

“Judulnya permasalahan umrah ini sudah tidak enak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ketikan mendapat temuan dan memperkaran Firs Travel dan Abu Tour itu tidak mengkaitan, bahwa ini masalah umrah. Akan tetapi penghimpunan dana masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana mestinya,” katanya.

Arta merasa, dengan adanya nota kesepahaman ini ada masalah besar yang terjadi dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah (PPIU). Sehingga, pengawasanya harus melibatkan begitu banyak kementarian kelambagaan salah satunya Pusat Pelaporan Pusat Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang notabane sebagai lembaga yang mengawasi kejahatan korupsi.

“Kita baca itu dengan miris dan kemudian tanda tanya ada apa dengan umrah dan segenting apa. Dan ada persolana sebesar apa dan sedarurat apa sehingga harus melibatkan seheboh ini,” katanya.

Padahal, menurut Artha Hanif, dalam kata sambutnya yang disampaikan Dirjen PHU maupun Menag semuanya normatif. Sehingga tidak perlu ada yang dikhawatirkan dan memaksa harus dilibatkan begitu banyak pihak dari K/L.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement