IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi memberlakukan visa progresif bagi jamaah haji dan petugas Tim Pemandu Haji Daerah pada musim haji 2019. Kebijakan tersebut berlaku bagi jamaah dan petugas TPHD yang teridentifikasi sudah pernah berhaji.
Pemberlakuan visa progresif pun seiring dengan fase pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang sudah dibuka sejak 19 Maret 15 April 2019. Untuk mengatur hal tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 140 Tahun 2019 tentang Pembayaran BPIH Tahun 1440 H/ 2019 M.
Kemenag pun mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Nomor 118 Tahun 2019 tentang Pembayaran Visa Bagi Jamaah Haji dan TPHD Tahun 1440 H/ 2019 M. "Bagi jamaah haji dan TPHD yang sudah pernah berhaji akan dikenakan biaya visa sebesar SAR 2.000 atau setara Rp 7.573.340 dengan kurs SAR 1 senilai Rp 3.786," kata Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Mu hajirin Yanis kepada Republika, Ahad (24/3).
Muhajirin mengatakan, kurs tersebut berdasarkan asumsi pada saat pengesahan BPIH oleh DPR dan pemerintah pada Februari lalu. Mengenai proses pembayaran visa progresif dilakukan bersamaan dengan pelunasan BPIH. Karena itu, jamaah dan TPHD yang pernah berhaji harus membayar selisih BPIH serta biaya visa.
"Pembayaran visa dilakukan bersamaan dengan pelunasan BPIH ke rekening Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH berdasarkan data Siskohat," ujar dia.
Ia menyampaikan, jamaah dan TPHD yang dikenai visa progresif didasarkan pada data e-Hajj yang dikeluarkan Arab Saudi. Namun, sebagai data awal, Kemenag akan mengidentifikasi awal melalui Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat). Data Siskohat itu juga yang akan menjadi basis awal pengenaan biaya visa progresif yang harus dibayarkan saat pelunasan.
Ada kemungkinan, jamaah dalam data Siskohat belum berhaji, tetapi di data e-Hajj sudah pernah sehingga harus membayar visa progresif. Jika ada yang seperti itu, jamaah akan diminta membayarnya setelah visanya keluar. "Jika tidak, visanya dibatalkan," ujar dia.
Muhajirin menerangkan, bila dalam data Siskohat dinyatakan berstatus haji dan membayar biaya visa, tapi ternyata oleh Arab Saudi tidak wajib membayar, biaya visa yang telah dibayarkan akan dikembalikan lagi. Proses pengembalian dilakukan melalui usulan Dirjen PHU kepada BPKH.
Menurut dia, batas waktu membayar visa progresif paling lambat tujuh hari setelah pemberitahuan dari Kanwil Kemenag Provinsi. Bila melewati batas waktu tersebut, visa haji dianggap batal dan jamaah tidak dapat berangkat pada tahun berjalan.
Mengenai jamaah yang batal berangkat dan sudah membayar visa, Muhajirin menegaskan, biaya visanya tidak dapat dikembalikan. Menurut dia, jamaah hanya mendapat pengem balian berupa BPIH yang telah dibayarkan saat setoran awal dan setoran lunas.
"Adapun bagi jamaah yang menunda keberangkatan dan termasuk yang membayar visa, maka biaya visa untuk keberangkatan berikutnya dilakukan sesuai ketentuan Arab Saudi," jelasnya.
Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menata dokumen paspor dan visa jamaah calon haji. (ilustrasi)
Ketua Umum Rabithah Haji Indo nesia Ade Marfuddin menilai, TPHD tidak perlu terkena kebijakan visa progresif. Ia mengingatkan, tujuan pe tugas haji bukan berhaji, melainkan melayani jamaah haji.
Pemerintah Indonesia pun diminta untuk bisa menawar ke bijakan Pemerintah Kerajaan Arab Sau di tersebut. Tujuannya, agar pe tu gas haji tidak dimaknai sebagai ba gian dari kuota jamaah haji Indonesia sehingga tidak perlu terkena kebijakan visa progresif.
"Kalau petugas walau berkali-kali ke (Arab Saudi), itu kita butuh orang yang mungkin mendampingi jamaah haji, secara logika orang yang belum berhaji jadi pendamping jamaah haji kan tidak mungkin," kata Ade kepada Republika, Ahad (24/3).
Argumentasi lainnya, lanjut Ade, jumlah jamaah haji Indonesia sangat banyak. Karena itu, Indonesia memiliki daya tawar yang kuat terhadap Arab Saudi.
Di sisi lain, Ade menyambut positif kebijakan visa progresif untuk jamaah haji. Menurut dia, ke bijakan itu dilakukan untuk menjaga agar tidak ada jamaah yang berhaji berkali- kali.
Komisioner Komisi Pengawas Ha ji Indonesia (KPHI), Syamsul Maa rif, meminta menteri agama melakukan komunikasi antarnegara supaya kebijakan visa progresif dipertimbangkan. Kebijakan tersebut juga sebaiknya disosialisasikan dulu selama setahun agar jamaah tidak kaget. (Fuji Eka Permana ed:a syalaby ichsan)