IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) menilai perlu ada penyesuaian regulasi ibadah umrah di Indonesia. Hal itu merespons kebijakan penerbitan visa elektronik (visa-el) bagi para jamaah umrah yang hendak menuju Arab Saudi.
“Harus ditinjau ulang undang-undang di sini,” kata Ketua Umum Himpuh Baluki Ahmad kepada Ihram.co.id, Ahad (16/6).
Saat ini, menurut dia, Saudi membuka pintu sebebas-bebasnya kepada warga asing untuk beribadah atau mengunjungi negara itu. Sementara, lanjutnya, Indonesia sendiri masih memberlakukan pelbagai aturan yang terlalu ketat mengenai ibadah umrah.
Bagaimanapun, dia mengapresiasi Kementerian Agama (Kemenag) yang telah mengundang asosiasi untuk melakukan pengkajian atas kebebasan penerbitan visa-el di Arab Saudi. Baluki memprediksi, kebijakan Arab Saudi terkait penerbitan visa-el nantinya tidak hanya berlaku untuk ibadah umrah, tetapi juga haji.
Sebab, pemerintah Arab Saudi diketahui gencar merealisasikan Visi Saudi 2030. Salah satu poinnya, menarik minimal 30 juta orang jamaah umrah dan tujuh juta jamaah haji ke negara tersebut.
Karena itu, dia meminta Indonesia tanggap yakni dengan menyesuaikan aturan-aturan yang berlaku di Tanah Air agar lebih luwes dalam mengatur persoalan umrah. "Tidak bisa dengan sebuah sistem yang lama dengan penuh birokrasi,” ujar Baluki.
Terkait masalah keamanan, dia mengatakan kebijakan visa-el tidak terlalu berhubungan dengan hal itu. Sebab, penerbitan visa-el tidak berhubungan dengan big data. Penerbitan visa-el ibadah umrah serupa dengan penerbitan visa perjalanan ke negara-negara lain.
“Seperti negara-negara mana saja yang visanya daring, baru dikelola di sana, langsung di-approved (disetujui). Kita bisa mencetak visanya sendiri,” kata dia.
Baluki mengatakan penerapan kebijakan visa-el lebih memiliki kemudahan. Kendati, Saudi tetap ingin melindungi data jamaah yang berkunjung ke negara itu. “Karena Saudi membuka seluas-luasnya, mau nggak mau harus ngikuti,” ujar dia.