IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) terus berupaya mencari peluang investasi yang menguntungkan. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga menjajaki pelbagai kemungkinan yang aman di luar negeri, termasuk Arab Saudi.
Anggota BPKH Beny Witjaksono mengungkapkan, peluang investasi yang sudah dijajaki pihaknya di Tanah Suci antara lain adalah bidang perhotelan. Namun, lanjut dia, BPKH tak sampai merealisasikan investasi pada bidang itu karena terkendala soal teknis kepemilikan. Dalam hal ini, pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan yang rigid.
"Mengenai hotel di Saudi, kami bisa jelaskan kita sudah melakukan penjajakan di dua kota yaitu Makah dan Madinah. Kami tidak bisa (meneruskan). Sudah mencoba untuk berbagai macam cara bagaimana dan sebagainya serta study; sudah kita lakukan tidak ada peluang. Di dua kota ini, restrictive untuk kepemilikan investor asing," tutur Beny saat ditemui di Jakarta, Rabu (19/6).
Pada dasarnya, lanjut dia, pemerintah Arab Saudi sangat membatasi investor asing yang ingin memiliki properti di Makkah dan Madinah.
Betapapun BPKH telah berupaya demi kemaslahatan jamaah Indonesia, kemungkinan untuk memiliki lahan hotel atau penginapan di dua kota suci itu sulit terwujud.
Beny berandai-andai, bila BPKH berhasil memiliki lahan di Makkah atau Madinah, maka sewaktu-waktu otoritas setempat yang berwenang dapat mengambil alih lahan itu. Sebab, sekali lagi, investor asing tak bisa memiliki properti di dua kota itu.
"Maka secara UU (Undang-Undang) langsung bisa diambil alih oleh mereka, oleh pemerintah Saudi," katanya.
Karena itu, Beny menyebut investasi di bidang perhotelan di Arab Saudi sangat berisiko. Dia mengakui, ada pula yang menyarankan, BPKH memakai atas nama pengusaha setempat. Namun, baginya, hal itu tetap beresiko sehingga BPKH memutuskan tidak melanjutkan penjajakan.
"Jadi sangat-sangat riskan meski banyak yang menyarankan pake nama ini pakai nama itu itu sangat beresiko. Kami tidak berani mengambil langsung," ujar dia.