Uang hasil penjualan singkong, sayur mayur, dan jagung memang tak seberapa. Namun, Mbah Sarmi tetap memperjuangkan tabungannya agar cukup mendaftar porsi haji.
Di luar tabungan, dia juga menjual sebidang tanah yang menjadi sumber mata pencaharian. Hal ini untuk mewujudkan asa, beribadah ke Tanah Suci. Uang dari penjualan tanah tersebut ia titipkan kepada saudaranya, untuk kemudian dimasukkan ke dalam tabungan untuk mendapatkan porsi haji.
Mbah Sarmi mengaku tidak menyesal, meskipun tanah yang menjadi sumber kehidupannya ia telah jual. Sejak tanah itu dijual, sembari menunggu panggilan beribadah haji, Mbah Sarmi menumpang di dekat kediaman saudaranya. Dia rela menghuni sebuah gubuk bersama pelbagai hewan ternak, seperti ayam dan bebek.
“Ora popo di dunia rumahnya reot, kumuh, jelek, asalkan nanti di akhirat Gusti Allah paring ridho dan rahmat,” ujar Mbah Sarmi.
Sempat perwakilan KBIH menawarkan kepada Mbah Sarmi untuk umrah saja, tak perlu berhaji. Sebab, kondisi fisik Mbah Sarmi yang terbilang lemah dan tua.
Namun, tawaran itu ditolak halus oleh Mbah Sarmi. “Aku ini, Mas, sudah adep mantep hatiku untuk haji. Tidak apa-apa saya tunggu saja sampai saatnya tiba,” ujarnya mengenang.
Sarmi Rukamin Majari yang akrab disapa Mbah Sarmi
Meski kondisi fisik yang sudah menua dan tidak sempurna, Mbah Sarmi menegaskan kesiapannya pergi ke Tanah Suci. Dia mengaku masih kuat dan sanggup melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji. Bahkan, dia pun menyatakan, tidak jadi soal bila Allah berkehendak mewafatkan dirinya di Tanah Suci.
“Kuat aku iki, tidak apa-apa, meski tidak ada cucu yang mendampingi. Aku meninggal di Arab Saudi, ya tidak apa-apa, aku ikhlas, ikhlas,” ucap Mbah Sarmi meyakinkan.
Mbah Sarmi tergabung dalam Kelompok Terbang 34 calon jamaah haji Embarkasi Surabaya. Mbah Sarmi diberangkatkan ke Bandara Juanda pada Kamis (18/7) pukul 11.30 WIB, selanjutnya diterbangkan ke tanah suci pukul 13.30 menggunakan pesawat maskapai Saudi Airlines.