Jumat 19 Jul 2019 15:49 WIB

Jamaah Haji Sandal Jepit Temui Petugas

Sebutan jamaah haji sandal jepit diperuntukkan bagi yang tak melalui jalur resmi.

Rep: Syahruddin El-Fikri/ Red: Hasanul Rizqa
PPIH Daker Madinah tengah melakukan pengecekan dokumentasi ke jamah nonkuota.
Foto: Syahruddin El Fikri. Republika
PPIH Daker Madinah tengah melakukan pengecekan dokumentasi ke jamah nonkuota.

IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2019 mulai kedatangan tamu tak diundang. Mereka adalah masyarakat Tanah Air yang bermaksud menunaikan ibadah haji tidak melalui jalur resmi.

Pada Jumat (19/7) pagi, Kantor Urusan Haji Indonesia di Madinah kedatangan seorang jamaah yang tak memiliki identitas lengkap. Namanya berinisial KDM (75 tahun) asal Banyumas, Jawa Tengah.

Baca Juga

“Saya mendaftar melalui Gus Hasan, membayar Rp 150 juta, berdua sama suami,” ujarnya dalam bahasa Banyumas, Jumat (19/7).

KDM bertemu dengan petugas haji Indonesia seusai berbelanja sajadah di pertokoan di Madinah. Ketika akan pulang ke hotel tempatnya menginap, KDM mengalami pusing dan akhirnya menemui petugas. “Kulo kesupen tempate (saya lupa tempatnya--Red),” katanya.

Petugas haji yang menemukan KDM kemudian mengecek identitasnya. Ternyata, KDM tidak memiliki data lengkap. “Durung disukane (dikasih--Red) pengenal, namung niki, thok (hanya ini saja--Red),” ujarnya sambil menunjuk sebuah kertas yang berwarna kuning yang diikat di tasnya.

KDM juga tak memiliki gelang haji. KDM mengakui hanya diberi tiga buah tas, yakni koper besar, koper sedang, dan tas kecil oleh pihak pembawa dirinya ke Tanah Suci.

Sebagaimana umumnya jamaah haji, mereka diberi identitas berupa gelang yang senantiasa terpasang di lengan, lalu ada tanda atau cap biometrik, kemudian seragam batik, koper besar, koper kecil, dan tas pengenal.

Kecurigaan petugas muncul ketika tidak menemukan semua pengenal pada diri KDM. Saat dikonfirmasi, Kepala Daker Madinah Akhmad Jauhari mengatakan setiap tahun selalu saja ada kasus yang disebutnya 'haji sandal jepit' ini.

“Setiap tahun selalu ada. Jumlah bervariasi. Detailnya saya tidak tahu persis, karena memang tidak dicatat. Tetapi mulai tahun ini, kami akan catat semuanya biar lebih jelas,” katanya kepada wartawan Media Center Haji (MCH), Madinah, Jumat (19/7).

Jauhari mengakui bahwa masyarakat umumnya tergiur dengan tawaran berangkat haji lebih cepat. Tidak terlalu lama menunggu. Namun, pada kenyataannya, mereka tidak terlayani dengan baik oleh si pembawa jamaah.

“Mereka ini menggunakan visa ziarah dan bukan visa haji,” ujarnya. Karena itu, jamaah atau masyarakat yang menggunakan visa ziarah tidak diizinkan masuk ke Makkah saat musim haji. “Kalau ketahuan askar, pasti akan dapat tindakan tegas. Bisa di penjara atau bahkan di deportasi ke Tanah Air,” ungkapnya.

Jauhari menjelaskan, akan ada tindakan tegas kepada pembawa jamaah haji sandal jepit ini. “Kasihan jamaah, mereka bisa terlunta-lunta di Tanah Suci,” ungkapnya.

Kepala Seksi Pelayanan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) PPIH Arab Saudi Ali Machzumi, mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan data dari pembawa jamaah bersangkutan.

“Sementara ini memang si pembawa tidak mengakui nama lembaganya, hanya atas nama majelis taklim. Tapi kita sudah pastikan akan ditindaklanjuti agar dapat tindakan tegas kepada si pembawa jamaah seperti ini (jamaah haji sandal jepit--Red),” ujar Ali kepada Ihram.co.id.

Pihak si pembawa, kata Ali, bernama Heru. “Saya sudah komunikasi, dan dari pengakuan Heru, ia membawa sekitar 30 jamaah,” ujarnya.

Jamaah haji sandal jepit ini, kata dia, berangkat dari Jakarta, transit di Colombo, Sri Lanka, kemudian lanjut ke Riyadh, Arab Saudi. Selanjutnya, jamaah diterbangkan ke Madinah. “Tanggal 22 nanti rencananya jamaah mereka ini akan dibawa ke Jeddah,” ujarnya.

Di Jeddah ini nanti, kata Ali, ada kemungkinan mereka akan mencari warga setempat untuk membawa masuk ke Makkah. “Bisa berombongan atau dipecah dalam bagian kecil supaya tidak diketahui,” ujarnya.

Namun, kata dia, bila nanti yang bersangkutan kedapatan oleh pihak askar, mereka dapat tersangkut kasus pidana, perdata, atau bahkan nantinya dideportasi.

“Kalau hanya dideportasi, masih agak mending. Coba nanti dipenjara, siapa yang bertanggung jawab,” kata Jauhari dalam kesempatan terpisah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement