IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Salah satu impian setiap jamaah haji adalah menggapai predikat mabrur. Dalam arti, ibadah haji yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Menurut konsultan ibadah PPIH Arab Saudi Ustaz Jauhar, setidaknya ada dua kriteria haji mabrur.
“Dalam kitabnya, Imam Nawawi mengatakan, ada dua kriteria haji mabrur,” ujar Ustaz Jauhar saat ditemui di Madinah, Senin (22/7).
Pertama, jamaah haji semakin baik perilakunya saat kembali ke Tanah Air. Demikian mengutip dari pendapat Imam Nawawi dalam Syarah Muslim. “Kalau perbuatan dia masih buruk dan tidak bertambah baik selepas melaksanakan ibadah haji, maka yang bersangkutan belum mendapatkan predikat haji mabrur,” jelas Ustaz Jauhar.
Maka dari itu, kesalehan ritual seorang jamaah haji mesti berbanding lurus dengan kesalehan sosialnya. Ada banyak amalan sosial yang bernilai ibadah menurut Islam. “Suka berderma, berzakat, dan membantu orang-orang yang membutuhkan,” terangnya.
Kriteria kedua, lanjut Ustaz Jauhar, seorang jamaah haji tidak lagi melakukan perbuatan dosa dan maksiat. Yang bersangkutan selalu merasa dalam pengawasan Allah Ta'ala. “Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah SWT, tidak riya, tidak sum’ah, tidak rafats, dan tidak fusuq,” paparnya.
Merujuk pada Kitab Lisan al-Arab, kata mabrur memiliki makna 'perbuatan baik', 'bersih', dan 'suci', serta 'makbul'. “Artinya, haji mabrur itu ibadah hajinya diterima oleh Allah SWT karena yang bersangkutan tidak melakukan perbuatan dosa, tidak maksiat dan perbuatannya semakin baik dibandingkan dengan sebelum ia berhaji,” Ustaz Jauhar menjelaskan.
Untuk itu, setiap jamaah haji perlu memasang niat yang tulus di dalam hati. “Niatnya harus karena Allah SWT, bukan karena ingin dipanggil haji,” ungkapnya.
Kemudian yang berikutnya, kata Ustaz Jauhar, ibadahnya harus sesuai dengan syariat Islam sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan para ulama.