IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pelaksanaan ibadah haji hampir semuanya menggunakan fisik, seperti ibadah tawaf, wukuf, sai dan lain-lain. Karena itu, sangat penting untuk bisa mengukur kemampuan mobilisasi jamaah haji Indonesia, khususnya jamaah yang sudah lanjut usia.
Hal ini disampaikan Direktur Utama Rumah Sakit Haji Jakarta, dr Syarief Hasan Luthfie. Menurut dia, untuk mengukur kemampuan mobilisasi jamaah itu bisa dilakukan dengan cara diagnosa fungsional.
"Selama ini belum dilakukan diagnosa fungsionalnya. Jadi hanya klinis. Misalnya, dikatakan dia penyakit asma, penyakit diabetes. Tapi tidak diukur berapa mampunya dia melakukan kegiatan untuk berjalan, untuk berlari, thawaf, atau sai. Seharusnya itu ada pengukuran medisnya," ujar dr Syarief kepada Republika.co.id usai menjadi narasumber dalam acara Webinar Series Spesial ibadah haji di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).
Dalam acara seminar daring itu, dr Syarief membahas secara umum tentang pentingnya diagnosa fungsional pada jamaah haji. Melalui diagnosa ini, kata dia, para petugas kesehatan akan dapat memberikan perencanaan kegiatan jamaah haji selama di tanah suci hingga kepulangan.
"Jamaah lansia terutama perlu dilakukan pengukuran secara seksama, dan memprogramkan secara individual, agar dalam program pembinaan itu bisa direncanakan kapan mereka bisa melakukan istirahat, kapan mereka melakukan kegiatan wajibnya, sehingga bisa diatur ritmenya," ucapnya.
Setelah dr Syarief memaparkan, pemirsa seminar online itupun banyak yang meresponsnya, baik dari Aceh, dari Kendari, dan pemirsa dari berbagai daerah lainnya. Mereka bertanya tentang bagaimana mendapatkan modul diagnosa fungsional tersebut, bagaimana melakukan pemeriksaan, dan bagaimana melakukan pembinaan kepada jamaah haji secara medis.
"Saya sudah menyamapikan secara garis besar tadi, tapi intinya mereka menyampaikan begitu banyak kasus di lapangan, terkait dengan jamaah haji, terutama yang lansia," kata dosen Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah ini.
Dia menambahkan, penerapan diagnosa fungsional ini bisa memberikan semacam ramalan terkait aktivitas yang bisa dilakukan jamaah haji, sehingga kegiatan jamaah haji bisa dikendalikan.
Karena itu, menurut dia, diagnosa fungsional ini perlu disosialisasikan kepada dokter-dokter di daerah, khususnya yang terlibat dalam layanan kesehatan jamaah haji.
"Jangan sampai mereka menganggap semua sehat, tapi ternyata pada saat melakukan kegiatan ibadah haji, sampai di sana langsung menjadi permasalahan dan menjadi dirujuk ke RS Arab saudi. Itu yang kita hindari," jelasnya.