Jumat 09 Aug 2019 14:01 WIB

Subsidi Silang Biaya Haji Menuai Sorotan

Para pemangku kepentingan haji di Indonesia dinilai perlu duduk bersama terkait BPIH

Rep: Ali Yusuf/ Red: Hasanul Rizqa
Mustolih Siradj Ketua Komnas Haji dan Umrah, Dosen Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Mustolih Siradj Ketua Komnas Haji dan Umrah, Dosen Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Haji dan Umrah menyarankan agar sistem subsidi silang yang berlaku terkait biaya pelaksanaan ibadah haji (BPIH) diubah. Menurut Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj, BPIH yang dibayar tiap calon jamaah haji yang sebesar kira-kira Rp 35 juta terlalu murah. Dengan nilai demikian, calon jamaah yang berangkat pada tahun berjalan dinilai akan mengambil terlalu banyak nilai manfaat dari BPIH yang telah disetor jamaah haji tunggu (waiting list), yakni mereka yang belum diberangkatkan.

"Sesungguhnya kebutuhan riil yang dikeluarkan untuk menutup kebutuhan jamaah selama penyelenggaraan ibadah haji ialah Rp 72 juta per jamaah," ujar Mustolih Siradj kepada Ihram.co.id, Jumat (9/8).

Baca Juga

Ibadah haji memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pada tahun ini, lanjut dia, anggaran penyelenggaraan ibadah haji mencapai Rp 14,5 triliun. "Perinciannya sebesar Rp 7,5 triliun berasal dari dana manfaat yang disetorkan jamaah haji yang belum berangkat sebanyak 4,2 juta orang," papar dia. "Namun begitu, biaya yang dibayar (BPIH) cukup murah di kisaran Rp 35 juta untuk tahun ini. Tidak ada kenaikan dibanding tahun sebelumnya," lanjutnya.

Untuk menutup selisih dari Rp 72 juta minus Rp 35 juta itu, ada sistem subsidi berupa nilai manfaat yang diperoleh dari jamaah haji tunggu (waiting list) yang belum berangkat. Dana itu saat ini dikelola melalui beberapa skema investasi oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

"Tentunya pengelolaan dengan subsidi yang sangat besar dan sangat tidak baik, tidak sehat karena akan membahayakan keberlangsungan dana haji," kata Mustolih.

Bila sistem yang berlaku sekarang tidak dirombak, lanjut dia, suatu saat keuangan haji yang notabenenya adalah dana setoran jamaah dinilainya akan jebol. Sebab, besaran subsidi terlalu besar digunakan. Jika terjadi persoalan defisit, negara pun tidak bisa berbuat banyak.

"Sebab, APBN tidak boleh digunakan untuk kepentingan haji kecuali untuk menggaji petugas dan hal-hal yang sifatnya terbatas," ujar dia.

Di sisi lain, jamaah haji tunggu (waiting list) berpotensi dirugikan. Sebab, mereka seharusnya memerolah nilai manfaat yang maksimal dari dana yang telah disetor dan dikelola oleh BPKH. Selama ini, hak mereka dialihkan untuk menyubsidi biaya jamaah yang berangkat lebih dahulu daripada mereka. "Ini melukai rasa keadilan," sebut Mustolih.

Maka dari itu, dia menyarankan, para pemangku kepentingan haji--seperti Kementerian Agama, BPKH dan Komisi VIII DPR-RI--untuk duduk bersama, memecahkan persoalan ini. "Tidak perlu menunggu dulu ada persoalan, lalu saling lempar tanggung jawab," katanya.

Selama ini, adanya subsidi silang menurut Mustolih diperhalus dengan istilah lain. Hal ini dipandangnya perlu dikoreksi. "Istilah subsidi diperhalus dengan istilah optimalisasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement