Selasa 10 Sep 2019 16:00 WIB

Jamaah Lansia dan Risti Perlu Pendampingan Khusus

Penyelenggaraan ibadah haji musim 2019/1440H di dominasi jamaah risti

Beberapa jamaah Indonesia masih ditemukan ke Masjidil Haram,  Makkah, Rabu (7/8). Walau diminta beristirahat di pemondokan agar bisa mempersiapkan fisik menjelang puncak haji, mereka tetap menginginkan shalat ke Masjidil Haram.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Beberapa jamaah Indonesia masih ditemukan ke Masjidil Haram, Makkah, Rabu (7/8). Walau diminta beristirahat di pemondokan agar bisa mempersiapkan fisik menjelang puncak haji, mereka tetap menginginkan shalat ke Masjidil Haram.

IHRAM.CO.ID, Oleh: Syahruddin El-Fikri dari Madinah, Arab Saudi

MADINAH -- Penyelenggaraan ibadah haji musim 2019/1440H di dominasi jamaah berusia lanjut dan risiko tinggi (risti). Dalam catatan Direktorat Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), sekitar 60-65 persen jamaah haji Indonesia adalah berusia di atas 60 tahun ke atas.

Dampak yang terjadi, jamaah tersebut menjadi tidak bisa melaksanakan ibadah secara optimal di Masjidil Haram Makkah maupun di Masjid Nabawi Madinah.

"Kebanyakan hanya bisa beribadah di pemondokan saja, karena mereka tak mampu melaksanakan aktivitas rutin ke masjid," kata jamaah asal Barabai, Kalimantan Selatan, Sofwat Hadi, Senin (9/9) siang waktu Madinah.

Memang, kata dia, hal tersebut untuk memudahkan jamaah agar bisa maksimal saat ibadah puncak haji, yang di Arafah, Mina, dan Muzdalifah (Armuzna). Namun demikian, kata dia, jamaah bersangkutan menjadi tidak bisa optimal mengenal dan memaksimalkan waktu ke masjid.

Hal senada juga diungkapkan Yamani, jamaah asal Kandangan, Kalsel, Kloter 19 Banjarmasin. Menurut Yamani, jamaah haji berusia lanjut ini menjadi banyak ketergantungan pada jamaah lain.

"Sebenarnya tidak masalah dan memang sudah waktunya mereka berhaji, namun sayangnya mereka terkadang tidak diserahterimakan oleh keluarga, sehingga saat di Tanah Suci, mereka seperti tanpa arah dan kadang-kadang ada yang nyasar. Lebih parah lagi bila sampai pikun," kata dia.

Karena alasan inilah, Sofwat Hadi maupun Yamani berharap, ada kerja sama semua pihak, baik dari keluarga jamaah, pembimbing ibadah, maupun rekan satu kloter dan satu rombongan untuk bersama-sama menjaga dan mendukung jamaah haji berusia lanjut dan risti tersebut.

Sofwat mengakui, di kloter 19 Embarkasi Banjarmasin, dari sekitar 320 jamaah, mayoritasnya adalah jamaah lanjut usia. Dan mereka merupakan bagian dari kloter tambahan atau jamaah yang berangkat haji karena mendapat kuota tambahan.

"Untuk jamaah yang mulai agak lupa, sebaiknya perlu pendampingan khusus," kata Sofwat.

Ia juga berharap, pembimbing ibadah maupun petugas haji daerah dapat mengoptimalkan bimbingan soal ibadah agar jamaah lanjut usia dan risti ini selalu merasa mendapat perhatian.

Sebab, kata Sofwat, ada beberapa jamaah dalam satu regunya yang mulai agak pelupa (pikun) dan sulit diajak berkomunikasi. "Kami sudah berupaya, namun terkadang karena jumlahnya dalam satu regu sebanyak 11 orang itu, 6 orang di antaranya risti. San kloter 19 BDJ memang mayoritas jamaah risti," terangnya.

Atas hal ini, Sofwat berharap, keluarga jamaah juga bisa memberikan bantuan layanan informasi mengenai jamaah bersangkutan, supaya mudah jika ada masalah. "Ada yang mereka dilepaskan begitu saja. Bahkan saat manasik mereka dijanjikan ada yang menemani saat di Tanah Suci, ternyata di sini mereka tidak ada pendamping sama sekali. Kasihan juga," terangnya.

Terpisah, dalam beberapa kesempatan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengharapkan jamaah haji bisa maksimal untuk beribadah ke masjid. Namun demikian, faktor usia dan kesehatan juga harus menjadi pertimbangan.

"Menjaga sesuatu yang berisiko tinggi (mencegah keburukan) harus diutamakan dan didahulukan daripada mengambil manfaat yang besar (utama)," ujar Menteri Agama Lukman Hakim.

Artinya, bagi jamaah haji yang berusia lanjut dan memiliki risiko tinggi, disarankan untuk beribadah di pemondokan saja. Dan beberapa hal terkait kondisi di Armuzna, selain wukuf, mereka juga disarankan agar dibadalkan atau perwakilan.

Hal senada juga sering disampaikan para Kepala Daerah Kerja (Daker) Madinah, Daker Bandara Jeddah-Madinah, dan Daker Makkah. Begitu pula dari masing-masing Ketua Sektor serta para pembimbing ibadah. Intinya, jamaah yang memiliki risiko tinggi dengan penyakit dan usia yang lanjut, sebaiknya beribadah di pemondokan saja.

"Untuk puncak ibadah haji sebaiknya dilaksanakan sendiri. Tetapi, bila tidak memungkinkan, paling tidak saat ibadah puncak haji yakni wukuf, mereka berada di Arafah," ujar Akhmad Jauhari, Kadaker Madinah.

Jauhari mengakui, jamaah haji asal kloter 19 Embarkasi Banjarmasin mayoritasnya berusia lanjut dan risti. "Jadi memang harus ada penanganan maksimal untuk jamaah yang risti dan lansia ini," kata Jauhari.

Dan ja berharap, kerja sama semua pihak, termasuk Ketua kloter, TPHD, TPIHI, TKHD, dan jamaah satu kloter saling membantu dan memahami kondisi jamaah lansia dan risti. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement