Jumat 20 Sep 2019 12:46 WIB

90,7 Persen Jamaah Haji tak Ingin Meninggal di Tanah Suci

Hanya 9,3 persen jamaah haji yang ingin meninggal di Tanah Suci.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah haji melaksanakan tawaf mengelilingi Ka'bah, Masjidil Haram, Rabu (14/8). Seusai lempar jumrah bagi yang nafar tsani pada 13 Dzulhijjah, Masjidil Haram kembali dipadati jamaah haji.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Jamaah haji melaksanakan tawaf mengelilingi Ka'bah, Masjidil Haram, Rabu (14/8). Seusai lempar jumrah bagi yang nafar tsani pada 13 Dzulhijjah, Masjidil Haram kembali dipadati jamaah haji.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan sebanyak 90,7 persen jamaah haji tidak ingin meninggal di Arab Saudi. Data ini diperoleh berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan (Kemenkes) tentang persepsi jamaah haji meninggal dunia di Tanah Suci.

“Dari 300 responden atau jamaah sebanyak 272 jamaah atau 90,7 persen menyampaikan tidak ingin meninggal di Arab Saudi,” kata Kepala Puslitbang Humaniora Manajemen Kesehatan Sugianto saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (20/9).

Baca Juga

Sugianto menyampaikan, sementara yang mengaku ingin meninggal di Arab Saudi saat melakukan ibadah haji itu ada 28 orang jamaah haji atau 9,3 persen dari total responden sebanyak 300 jamaah. Artinya persepsi selama ini, bahwa banyak jamaah yang ingin meninggal di Arab Saudi itu tidak benar.

“Kami telah membuktikan bahwa hanya 28 jamaah atau sekitar 9,3 persen saja yang ingin meninggal di Arab Saudi,” katanya.

Sugianto menuturkan, dari hasil penelitian itu juga diperoleh data bahwa seluruh responden atau 100 persen jamaah mempunyai sikap ingin tetap sehat dalam menjalankan ibadah haji. Kemudian, ingin kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat sebanyak 295 jamaah atau 98,3 persen.

Sugianto menuturkan, riset ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak jamaah haji yang benar-benar ingin meninggal dunia di Arab Saudi. Sebab, selama ini ada anggapan di tengah masyarakat, jamaah haji lebih mengharapkan meninggal di Tanah Suci atau saat sedang beribadah haji.

Atas persepsi itulah, meski jamaah haji tak memenuhi kemampuan secara fisik (istithaah kesehatan haji), jamaah yang bersangkutan tetap memaksakan diri berangkat ke Tanah Suci. Padahal, ibadah haji itu merupakan ibadah yang menggunakan fisik, bukan sekadar pemahaman dan spiritual yang mumpuni.

“Kegiatan ibadah haji itu 70 persen aktivitas fisik dan 30 persen sisanya merupakan ibadah rohani nonfisik,” katanya.

Sugianto menuturkan, ada enam orang peneliti yang terlibat. Mereka berasal dari berbagai latar belakang disiplin ilmu-ilmu yang terkait. Misalnya, dokter, antropolog kesehatan, epidemiolog kesehatan, ahli kesehatan masyarakat, dan ahli kebijakan kesehatan.

Penelitian tersebut dilakukan sejak awal Juli sampai awal September 2019, yang dilakukan di tiga lokasi berbeda, yakni Embarkasi Medan, Jakarta, dan Makassar. Pertimbangan memilih tiga lokasi itu sebagai objek penelitian ialah lantaran ketiganya dinilai mampu merepresentasikan keseluruhan jamaah haji yang tersebar di 13 embarkasi se-Indonesia.

Sugianto menuturkan, metode penelitian ini menggunakan, teknik campuran. Artinya, tidak hanya mengukur besaran masalah secara kuantitatif, tetapi juga mempertimbangkan alasan-alasan atau penyebab-penyebab dari objek yang diteliti.

“Melalui tanya jawab dan wawancara secara mendalam (in-depth interview) terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement