IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Pada gelaran Annual International Conference On Islamis Studies (AICIS) ke 19 ini, sebanyak 1.100 sarjana dalam bidang Islamic Studies berkumpul di Jakarta selama empat hari, pada 1-4 Oktober 2019. Konferensi tahunan ini mengambil tema "Digital Islam, Education and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam". Pertemuan ini membahas 450 paper dari 1300 yang diseleksi.
Terkait fenomena digital Islam, forum AICIS 2019 merekomendasikan tiga hal yang harus diperhatikan stakeholder keislaman dunia. Poin-poin rekomendasi tersebut yakni:
Pertama, Perlu pemahaman mendalam tentang kompleksitas Islam Digital sebagai hasil persinggungan antara masyarakat dengan digital teknologi. Terdapat kebutuhan pemikiran ulang atas perpektif lama studi Islam.
Kedua, Sarjana muslim perlu memperkaya studi digital Islam dan reorientasi metodologi khususnya terkait persinggungan Islam dengan gaya beragama anak muda milenial.
Ketiga, Terkait pemahaman interpretatif dan wacana agama kaum muda, para pemangku kepentingan pendidikan Islam perlu melakukan langkah-langkah strategis, terintegrasi, dan komprehensif untuk mempromosikan Islam moderat di kalangan milenial.
AICIS merupakan forum kajian keislaman yang diinisiasi kementerian Agama RI sejak 2000. Pertemuan para pemikir Islam dari berbagai universitas dunia ini menjadi tempat bertemunya para pemangku kepentingan studi Islam, yang diharapkan menjadi barometer perkembangan kajian Islam dunia.
Konferensi sarjana muslim yang digelar selama tiga hari di Jakarta mengungkap temuan menarik terkait kehidupan beragama di negara-negara berpenduduk muslim, termasuk Indonesia. Pada penutupan sidang The 19th AICIS 2019, forum ini memperingatkan, era disrupsi teknologi yang ditandai dengan hadirnya era revolusi Industri 4.0 membawa perubahan signifikan dalam kehidupan beragama.
"Teknologi digital membuat pemahaman dan praktek keberagamaan Islam telah berubah secara signifikan," kata Ketua Steering Committee AICIS 2019, Prof. Dr. Nur Chaedi dalam keterangan tertulis yang disampaikan.
Saat ini di banyak negara telah mengalami fenomena yang disebut digital islam. Fenomena yang terjadi di negara-negara berpenduduk muslim ini sebagai akibat persinggungan Islam dengan pluralisme dan demokratisasi.
Digital Islam ini telah membawa angin baru dalam keyakinan dan praktek, yang seringkali bertentangan dengan otoritas tradisional Islam yang selama ini dominan. Digital Islam tidak hanya mencakup Islam daring, tetapi ini tentang model baru, suara baru, format dan gaya baru yang identik dengan era milenial.
"Pada zaman ini telah timbul genre baru yang mengintegrasikan Islam dengan gaya hidup neoliberal," kata Nur Chaedi.
Saat ini, para pelaku agama Islam dari berbagai latar belakang telah menampilkan wacana dan diskusi baru yang berkaitan dengan konteks Islam dalam penerapannya di segala bidang. Hal ini membawa implikasi penting yang bersifat positif dan negatif.
Direktur Pendidikan Tinggi Islam Ditjen Pendidikan islam Kementerian Agama RI, Arskal Salim, mengaku puas dengan hasil sidang AICIS yang diprakarsai Kemenag sejak 19 tahun lalu ini. Sejauh ini AICIS telah sukses menjadi ajang menuangkan pemikiran studi Islam dari berbagai bidang dan perspektif.
"Tentu saja kami memerlukan diskusi, studi, dan riset lebih lanjut setelah pertemuan ini. Semua ini demi menampilkan Islam moderat sebagaimana visi Kementerian Agama," kata Arskal.
Ia mengatakan, identitas Kementerian Agama merupakan Islam moderat. Serangan digitalisasi Islam yang membawa implikasi penyimpangan dan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini. "Saya melihat banyak panel dan paper telah seiring dengan tujuan besar itu," ucapnya.