Rabu 20 Nov 2019 14:47 WIB
Makkah

Kisah Kesaksian Kudeta Makkah 1979

Kisah dan Kesaksian Tentang Kudeta Makkah 1979

Para penyerbu bersenjata di Makkah tahun 1979.
Foto: Google.com
Para penyerbu bersenjata di Makkah tahun 1979.

Oleh Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Banyak Muslim yang belum tahu bahwa Makkah, tepatnya Masjidil Haram, pernah dikuasai oleh sekelompok orang bersenjata. Peristiwa itu terjadi di 20 November 1979. Kala itu menjelang Muharram. Kisruh ini sebagai lanjutan suasana politik Timur Tengah yang memanas dan bergairah setelah adanya revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatolah Khoemaeni.

Ya, imbasnya tentu saja sampai ke Makkah. Setiap kali musim haji tanda-tanda itu menguat. Banyak poster dan bendera dibawa para jamaah. Haji terkesan diam-diam juga menjadi tempat pertemuan politik. Saat itu mulai terdengar santer teriakan agar pengelolaan haji tak diurus Arab Saudi saja. Organisasi Konprensi Islam (OKI) biar yang mengaturnya.

Dan khusus untuk kudeta atau penyerbuan Masjidil Haram itu ada salah satu saksi matanya. Dia adalah Baluki Ahmad, ketua umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh). Kala itu dia masih sangat muda dan tinggal di Makkah serta kadang membantu pelayanan kepada jamaah haji yang dilakukan para syekh atau organisasi pelayanan haji saat itu.

Atas kenangan ini, Baluki dalam sebuah perbincangan menceritakan kejadian itu secara panjang lebar. Dia mengatakan, sebenarnya bila dituju ke belakang lagi soal politik kekuasaan di negeri gurun pasir itu berawal dari soal penguasaan air. Setelah itu pada masa kemudian merembet jadi soal penguasaan sumber daya alam, yakni minyak.

''Saya lihat semenjak dahulu kala memang masyarakat Arab mau tidak mau atau enggan berurusan dengan politik kekuasaan. Bagi mereka pemenuhan pasokan air adalah hal yang sangat vital. Bila pasokan kurang, bahkan menghilang, dipastikan keguncangan politik akan terjadi. Nah, setelah tercukupi, di masa modern kemudian merembet jadi kepada soal perebutan kekayaan alam, berupa minyak,'' ujarnya.

photo

       Pemimpin penyerbuan Masjidil Haram 1979, Juhaiman al-Utabibi

Uniknya, lanjut Basuki, khusus untuk pengaturan air zamzam misalnya, titik balik pengaturannya bermula dari tragedi pengepungan Masjidil Haram selama dua pekan. Peristiwa ini kerap disebut sebagai ‘Kudeta Makkah’. Persisnya, terjadi seusai shalat Subuh pada 1 Muharram 1400 Hijriyah (20 November 1979).

"Kudeta ini diawali dengan peringkusan imam shalat Subuh yang dipimpin Muhammad bin Subail. Tak cukup dengan menyandera sang imam dan merebut mikrofon masjid, tiba-tiba ratusan orang bersenjata yang menyamar sebagai jamaah shalat Subuh, mengeluarkan berbagai macam senapan dan menembaki para penjaga masjid yang saat itu hanya dibekali pentungan. Setelah itu keributan semakin menjadi manakala mereka kemudian menutup semua pintu masjid dan menyandera jamaah yang saat itu shalat Subuh di Masjidil Haram,'' kata Baluki mengisahkan.

Tentu saja akibat penyerbuan itu, Pemerintah Arab dibuat kalang kabut. Selama dua pekan di kawasan Masjidil Haram terjadi aksi tembak-menembak. Pasukan khusus asal Prancis juga diterjunkan untuk merebut masjid itu kembali. Mayat bergeletakan di mana-mana. Di akhir pengepungan terdata 255 jamaah haji tewas, 560 orang terluka, dari pihak tentara Arab 127 orang tewas dan 451 terluka.

Pemimpin pemberontakan Juhaiman al-Utabibi dan para pelaku kudeta yang berjumlah sekitar 500 orang dijatuhi hukuman mati dengan cara dipancung. ‘’Dari atas hotel, saya lihat langsung aksi tembak-tembakan itu. Saya lihat mayat yang bergelimpangan di dalam masjid. Untuk jamaah yang saya layani, yang di antaranya merupakan adik Wakil Presiden Adam Malik, tidak terkena musibah. Yang pasti peristiwa itu tak terlupakan,’’ kata Baluki.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement