Jumat 29 Nov 2019 23:08 WIB

Digitalisasi Umrah, Kemenag Kaji Ulang Aturan

Adanya digitalisasi pada segmen umrah tetap disambut dengan baik

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
Kegiatan tawaf saat umrah (Ilustrasi)
Foto: Ihram TV/Sadly Rachman
Kegiatan tawaf saat umrah (Ilustrasi)

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama Republik Indonesia terbuka pada perkembangan digitalisasi di segmen haji dan umrah. Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Ramadhan Harisman menyampaikan meski sampai saat ini regulasinya belum ada.

Menurut Undang-Undang, penyelengaraan umrah harus dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sehingga jika ada pelaksanaan yang diluar aturan tersebut, misal perencanaan mandiri, Kemenag akan mendalaminya terlebih dahulu.

"Kami tidak bisa keluar dari regulasi itu dulu, kalau memang ada wacana perencanaan mandiri, itu UUnya harus dilihat kembali, kalau sekarang belum bisa," katanya di Jakarta, Jumat (29/11)

Fenomena seperti haji atau umrah backpacker menurutnya bisa dilakukan jika jamaah mendapatkan visa sendiri ke sistem Arab Saudi tanpa diurus oleh pemerintahnya. Sementara di Indonesia, penyedia visa umrah hanya yang terdaftar di Kemenag yakni PPIU.

Ramadhan mengatakan jamaah dengan visa umrah mendapat perlakukan berbeda dengan orang yang datang dengan visa turis, kunjungan, maupun kerja. Pemegang visa umrah akan diantarkan ke gerbang haji dan umrah sementara lainnya ke gerbang kedatangan internasional.

Di gate umrah dan haji, jamaah biasanya akan ditanya perusahaan atau biro travel yang membawanya. Jika sendirian, maka ia kemungkinan akan kesulitan untuk lolos. Indonesia sendiri adalah satu dari lima negara yang harus menggunakan visa spesifik umrah jika benar akan umrah.

Di Arab Saudi, ada sekitar 49 negara yang penduduknya bisa berumrah meski menggunakan visa turis. Ramadhan menyampaikan, adanya digitalisasi pada segmen umrah tetap disambut dengan baik karena bisa meningkatkan minat milenial yang ingin umrah mandiri.

"Kami tidak bisa juga menyebutnya ilegal karena umrah adalah hak masing-masing," katanya.

Ia berjanji akan mendalami digitalisasi perencanaan umrah mandiri tersebut. Karena bagi milenial, umrah bisa disamakan layaknya melancong ke negara lain yang bisa direncanakan sendiri.

Mereka bisa menentukan sendiri berapa lama akan tinggal di sana, pesawat yang digunakan, hingga tempat untuk tinggal. Perencanaan mandiri dapat meminimalisir dan durasi tinggal di Arab Saudi.

Ramadhan menekankan, aspek keamanan tetap harus jadi perhatian dari inovasi tersebut. Pasalnya mereka bisa mendapat kesulitan, misal untuk masalah transportasi. Ini harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada di tanah suci.

"Kalau misal dikemudian hari Saudi makin terbuka, hal-hal seperti transportasi publik jadi lebih bagus, maka bisa," katanya.

Ramadhan mengakui pada tahun-tahun mendatang, generasi milenial akan semakin meningkat. Sehingga regulasi akan semakin menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan yang ada. Ia memastikan Kemenag akan terbuka pada perubahan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement