Jumat 13 Dec 2019 18:10 WIB

Menag Yakin Dapat Kuota Tambahan tanpa OKI

Masalah kuota haji bisa diselesaikan dengan lobi Indonesia dan Arab Saudi.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah haji di Padang Arafat
Foto: Khalil Hamra/AP Photo
Jamaah haji di Padang Arafat

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Menteri Agama Fachrul Razi memastikan tidak perlu ada pertemuan khusus Organisasi Kerjasama Islam (OKI) membahas daftar tunggu haji yang panjang. Di mana Ketua Umum IPHI Isemed Hasan Putro menyarankan agar pemerintah melobi OKI untuk menambah kuota haji bagi Indonesia.

"Sementara belum perlu," kata Fachrul Razi saat dihubungi Republika, Jumat (13/12).

Baca Juga

Menurut dia, masalah daftar tunggu yang lama cukup diselesaikan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dengan Pemerintah Saudi Arabi melalui Menteri Hajinya. 

Karena kata Fachrul, meskipun surat permintaan kuota tambahan yang disampaikan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama belum dijawab pemerintah Arab Saudi secara resmi, akan tapi secara tersirat Saudi setuju untuk memberi tambahan 10 ribu jamaah dari Indonesia. 

"Jadi jumlahnya tetap sama dengan yang lalu yakni sebanyak 231 ribu dari 221 ribu dan kuota 10 ribu tambahan dari pemerintah Saudi," katanya.

Hal senda juga disampaikan Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzili. Menurut dia tidak perlu ada pertemuan khusus Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk membahas masalah kuota haji. Masalah kouta cukup diselesaikan di tingkat menteri tidak perlu melibatkan presiden.

"Saya kira tidak perlu ya. Itu tergantung pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Agama," kata Ace saat dihubungi Republika, Jumat (13/12).

Ace mengatakan, kunjungan Menteri Agama Fachrul Razi bersama jajarannya di Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada minggu yang lalu seharusnya bisa berhasil melobi Arab Saudi untuk mendapatkan kuota tambahan sebesar 10 ribu. Sehingga dengan demikian kuota haji tahun 2020 menjadi 231 ribu. 

"Tentu kita berharap Kementerian Agama atau Menteri Agama melakukan lobi-lobi kepada menteri Arab Saudi agar bisa menambah kuota 231 ribu," katanya.

Ace berpendapat meski lokasi puncak haji di Mina tidak bertambah, kuota haji tetap harus diminta tambahan. Hal tersebut perlu dilakukan karena daftar antrian jamaah haji yang begitu panjang.

"Saya kira kemarin dengan kuota 231 ribu pelayanan haji baik-baik saja jadi menurut saya lebih banyak kuota lebih bagus," katanya.

Menurutnya tidak perlu ada konvensi atau konferensi OKI untuk membahas masalah kuota haji. Menurutnya terlalu sempit jika OKI sebagai organisasi besar itu hanya membahas tentang masalah daftar anterian yang sebenarnya dapat dilakukan antara Indonesia dan Arab Saudi. 

"Karena OKI itu bukan hanya soal haji ya tapi soal-soal yang lain misalnya masalah-masalah politik luar negeri tidak harus dibatasi soal haji," katanya.

Ace mengatakan, jika masalah daftar anterian panjang haji Indonesia dibawa ke forum OKI, akan banyak negara-negara lain yang berharap adanya penambahan kuota. 

Misalnya kata dia, negara ASEAN yang pertama akan meminta tambahan kuota adalah Malaysia, karena Malaysia daftar anterian hajinya hampir 60 tahun. Jadi jika masalah daftar tunggu haji yang panjang ini dibawa ke dalam forum internasional maka negara lain akan menyampaikan permintaan yang sama.

"Negara dengan jumlah muslim yang besar pasti akan meminta dengan kuota yang lebih besar," katanya.

Sementara itu Pengamat Haji Syamsul Maarif mengatakan, yang harus dipikirkan oleh penyelenggara itu bukan masalah kuota. Akan tetapi, bagaimana supaya calon jamaah haji tidak menggunakan biaya terlalu besar dari optimalisasi. 

"Apa artinya kuota lebih banyak jika masih mengambil biaya dari optimalisasi terlalu besar," katanya.

Syamsul yang juga mantan Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia mengaku kaget mendengar, Kemenag tidqk akan menaikkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun ini. 

"Artinya semakin banyak uang yang diambil dari optimalisasi," katanya.

Pada tahun lalu, kata Syamsul ketika KPHI belum dibubarkan sempat bertanya langsung kepada BPKH,  jika tahun depan atau tahun sekarang BPIH masih sama, maka potensi menggerus uang setoran awal sangat besar

"Selama ini yang dilakukan oleh Kemenag adalah mirip seperti penggunaan skema ponzi dan itu membahayakan  dan tidak dibenarkan dalam Agama Islam," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement