IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu pada Kementerian Agama (Kemenag), Maman Saepulloh, mengatakan pihaknya tengah membahas terkait kemungkinan pengurangan uang saku (living-cost) jamaah pada pelaksanaan haji 2020. Biaya uang saku jamaah yang sebelumnya sebesar 1.500 Riyal (sekitar Rp. 5,4 juta) bisa dikurangi menjadi 1.000 Riyal (sekitar Rp 3.6 juta) tahun ini.
Menurutnya, pengurangan ini didasarkan pada pertimbangan jumlah atau jatah katering makan jamaah selama berada di Makkah pada haji tahun ini dibandingkan tahun lalu. Jatah makan jamaah selama di Makkah tahun ini bertambah, sehingga akan menambah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Dengan demikian, uang saku jamaah kemungkinan bisa dikurangi. Namun, ia menegaskan hal ini masih dalam pembahasan.
"Sedang dalam proses pembahasan, dengan pertimbangan karena pemberian konsumsi di Makkah semula 40 kali menjadi 50 kali," kata Maman, melalui pesan singkat kepada Republika.co.id, Rabu (15/1).
Pengurangan uang saku ini tidak lepas dari langkah Kemenag yang menginginkan agar Bipih tahun ini tidak naik. Bipih 2020 minimal sama dengan Bipih 2019, yakni sebesar Rp 35.235.602.
Namun demikian, sebelumnya Maman mengatakan bahwa penentuan Bipih dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini tergantung dari hasil rapat dengar pendapat dan rapat kerja bersama DPR RI serta beberapa faktor lainnya. Menurutnya, BPIH dan Bipih juga tergantung pada masukan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dalam hal ini, besaran BPIH akan disesuaikan dengan nilai manfaat yang diperoleh BPKH. Jika perolehan nilai manfaat itu besar, BPKH kemungkinan tidak naik. Namun jika tidak terlalu besar, itu bisa berdampak pada pengurangan hal lainnya, seperti uang saku jamaah.
Selain faktor ini, penentuan BPIH dan Bipih juga bisa dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan harga avtur dan dolar. Sebab, menurutnya, penetapan BPIH dan Bipih juga tergantung hasil survei harga hotel, katering dan transportasi di Arab Saudi.