Jumat 17 Jan 2020 15:06 WIB

DPR Sepakat Tolak Uang Saku Jamaah Haji Dipangkas

DPR satu suara tolak uang saku jamaah haji dipangkas.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Petugas melakukan pengecekan kembali Living Cost atau uang saku jamaah haji yang dibagikan kepada calon Jamaah Haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (26/8).  (Republika/Rakhmawaty La
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Petugas melakukan pengecekan kembali Living Cost atau uang saku jamaah haji yang dibagikan kepada calon Jamaah Haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (26/8). (Republika/Rakhmawaty La

IHRAM.CO.ID, IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Komisi VIII DPR sudah satu suara menolak rencana Kementerian Agama memangkas uang saku (living cost) jamaah haji. Penolakan telah disampaikan Komisi VIII saat rapat pembahasan BPIH 1441/2020 yang digelar di Cisarua, Bogor, Kamis (16/1).

"Iya, (Komisi VIII) sudah satu suara tidak boleh ada pemangkasan living cost," kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (17/1).

Baca Juga

Ace mengatakan, jika melihat perkembangan sekarang ini, terutama nilai mata uang rupiah menguat atas dolar, maka tidak sepatutnya Kementerian Agama memangkas jatah uang saku jamaah haji. Apalagi, tradisi pemberian uang saku kepada jamaah sudah lama dilakukan.

"Jika melihat dinamika sekarang ini seperti fluktuasi nilai mata uang yang semakin menguat ditambah lagi penyesuaian tempat-tempat lain seharusnya itu menegaskan memang tidak ada pengurangan untuk living cost," katanya.

 

Atas dasar itulah, kata Ace Komisi VIII meminta Kemenag tidak memangkas uang saku jamaah. Ace meminta Kemenag melihat proses penetapan BPIH, pada tahun 2019 ketika nilai mata uang melemah atas dolar namun tidak ada kenaikan biaya dan pemangkasan living cost.

"Dulu saja waktu kami membahas dengan asumsi dolar 14.200 pada tahun 2019 jamaah haji masih mendapatkan living cost apalagi ini rupiah menguat," katanya.

Ace mengatakan, rencana pemangkasan uang saku jamaah memang diusulkan Kementerian Agama dan disetujui oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Namun, kata Ace meski BPKH menyetujui pemangkasan itu, Komisi VIII sepakat menolak.

"Jadi kami mendesak untuk tidak memotong living cost tersebut," katanya.

Ace memastikan, pada saat rapat yang yang digelar selamat tiga hari (15-17) itu Komisi VIII memperjuangan semua hak-hak jamaah haji tahun 2020 terpenuhi. Selain menolak pemangkasan living cost, anggota dewan juga mendesak tidak ada pengurangan jatah makan.

"Tentu ini pun tidak boleh mengurangi komponen peningkatan pelayanan lain termasuk juga wacana lain menambah konsumsi katering selama di sana," katanya.

Kemarin, Ketua Panja Komisi VIII DPR Marwan Dasopang, menyebut anggota Panja maupun Komisi VIII DPR RI tidak akan setuju dengan usulan tersebut.

"Meski pengurangan uang saku disertai kenaikan kuantitas katering dari 40 jadi 50 kali, ini bukan alasan memotong uang saku sebesar 500 Riyal. Nilai katering dengan pengurangan uang saku tidak seimbang," ujar Marwan, Rabu (15/1) kemarin.

Sementara, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mempertanyakan kenapa uang saku untuk jamaah haji harus dipangkas. "Kenapa dikurangi. Justru kami kalau bisa kan ditambah atau tetap," lanjutnya.

Wacana pemangkasan uang saku jamaah haji ini dilontarkan oleh Kemenag. Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu pada Kementerian Agama (Kemenag), Maman Saepulloh, mengatakan pihaknya tengah membahas terkait kemungkinan pengurangan uang saku jamaah pada pelaksanaan haji 2020. Biaya uang saku jamaah yang sebelumnya sebesar 1.500 Riyal (sekitar Rp. 5,4 juta) bisa dikurangi menjadi 1.000 Riyal (sekitar Rp 3.6 juta) tahun ini.

Menurut Maman,  pengurangan ini didasarkan pada pertimbangan jumlah katering makan jamaah selama berada di Makkah pada haji tahun 2020 ini dibandingkan tahun lalu. Jatah makan jamaah selama di Makkah tahun ini bertambah, akibatnya akan menambah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Sehingga, uang saku jamaah kemungkinan bisa dikurangi. Namun, hal ini masih dalam pembahasan.

"Sedang dalam proses pembahasan, dengan pertimbangan karena pemberian konsumsi di Makkah semula 40 kali menjadi 50 kali," kata Maman kepada Republika.co.id, Rabu (15/1).

Namun demikian, sebelumnya Maman mengatakan bahwa penentuan Bipih dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini tergantung dari hasil rapat dengar pendapat dan rapat kerja bersama DPR RI serta beberapa faktor lainnya.

Menurutnya, BPIH dan Bipih juga tergantung pada masukan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dalam hal ini, besaran BPIH akan disesuaikan dengan nilai manfaat yang diperoleh BPKH. Jika perolehan nilai manfaat itu besar, BPKH kemungkinan tidak naik. Namun jika tidak terlalu besar, itu bisa berdampak pada pengurangan hal lainnya, seperti uang saku jamaah.

Selain faktor ini, penentuan BPIH dan Bipih juga bisa dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan harga avtur dan dolar. Sebab, menurutnya, penetapan BPIH dan Bipih juga tergantung hasil survei harga hotel, katering dan transportasi di Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement