Kamis 05 Mar 2020 22:02 WIB

Stakeholder Pariwisata Perlu Sinergi Garap Wisata Halal

Industri halal meningkat, wisata halal juga  terus  menggeliat.

Rep: Irwan Kelana/ Red: Agung Sasongko
Direktur Utama Adinda Azzahra Group, Priyadi Abadi berbicara pada pembukaan kantor Adinda Azzahra Cabang Wolder Monginsidi Jakarta, Selasa (3/3).
Foto: Dok Adinda Azzahra
Direktur Utama Adinda Azzahra Group, Priyadi Abadi berbicara pada pembukaan kantor Adinda Azzahra Cabang Wolder Monginsidi Jakarta, Selasa (3/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Pasar wisata halal merupakan salah satu sektor pariwisata dengan tingkat pertumbuhan tercepat di seluruh dunia. Sayangnya, sektor ini belum dikembangkan secara maksimal. Karena itu, sebaiknya semua stakeholder pariwisata  terlibat dalam memajukan wisata halal nasional.

“Karena ceruk pendapatan yang sangat besar dari wisata halal, sebaiknya  tempat-tempat  wisata,  hotel,  restoran, maskapai penerbangan, termasuk biro-biro perjalanan serta  semua yang  terlibat  (stakeholder) dalam dunia pariwasata dapat terlibat di wisata halal. Agen perjalanan memiliki peluang yang sangat besar,” kata Priyadi Abadi

Hal tersebut  dikatakan Direktur Utama Adinda Azzahra Group itu   saat berbincang dengan media massa dalam “Grand Opening Adinda Azzahra” di Jalan Wolter Monginsidi No. 39, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/3).

Kegiatan grand opening ini juga ditandai dengan peluncuran aplikasi Adinda Azzahra yang bisa diakses di gadget, baik android maupun apple. Priyasdi menambahkan, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan produk halal menjadikan industri halal terus meningkat. “Sejalan dengan itu, wisata halal (halal tourism)  juga turut menggeliat,” ujarnya.

Mengutip data yang dipublikasikan MasterCard-CrescentRating pada 2019 lalu, Priyadi mengatakan, grafik pertumbuhan jumlah wisatawan Muslim (di luar haji dan umrah) di dunia terus mengalami kenaikan. Tercatat pada 2014 jumlah wisatawan Muslim 108 juta, 2016 naik menjadi 121 juta, dan pada 2018 lalu naik lagi menjadi 140 juta. Pada 2020 ini diproyeksikan jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 160 juta.

“Kontribusi sektor wisata halal terhadap perekonomian global pada 2020 ini diprediksi mencapai 220 miliar dolar AS. Sementara pada 2026 nanti, kontribusi sektor pariwisata halal diperkirakan melonjak 35 persen menjadi 300 miliar dolar AS,” kata Priyadi.

Pada saat  itu, lanjut Chairman of Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) itu, wisatawan Muslim secara global diprediksi akan tumbuh menjadi 230 juta wisatawan, yang merepresentasikan lebih dari 10 persen total wisatawan global secara keseluruhan.

Menurut Priyadi, sejauh ini potensi itu telah ditangkap oleh negara-negara Muslim. Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019, Indonesia bersama Malaysia keluar sebagai juara destinasi wisata ramah Muslim (//muslim friendly//) di antara negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan skor 78.

Di posisi berikutnya Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab di peringkat tiga, keempat, dan kelima. Qatar (peringkat enam), Maroko (peringkat tujuh), Bahrain (peringkat delapan), Oman (peringkat delapan), dan Brunei (peringkat sepuluh).

“Tapi ingat, bukan hanya negara-negara Muslim, besarnya potensi wisata halal itu akhirnya ikut dilirik oleh negara-negara non-muslim, seperti Singapura, Thailand, Inggris, dan Jepang,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Tour Leader Muslim Indonesia (ATLMI) itu.

Laporan GMTI 2019 juga menunjukkan Singapura mempertahankan posisinya sebagai destinasi wisata ramah Muslim di kalangan negara-negara non-OKI lainnya. Diikuti Thailand, Inggris, Jepang, Taiwan, Afrika Selatan, Hong Kong, Korea Selatan, Prancis, Spanyol, dan Filipina.

GMTI menganalisa kesehatan dan pertumbuhan berbagai destinasi wisata ramah Muslim ini berdasarkan empat kriteria strategis, yakni akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement