Senin 09 Mar 2020 11:24 WIB

Saat Khalifah Harun Ar-Rasyid Naik Haji Jalan Kaki (2)

Saat menunaikan ibadah haji, Harun Ar Rasyid membagi-bagikan hartanya.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Muhammad Hafil
Saat Khalifah Harun Ar Rasyid Naik Haji Jalan Kaki. Foto: Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (ilustrasi).
Foto: d-scene.blogspot.com
Saat Khalifah Harun Ar Rasyid Naik Haji Jalan Kaki. Foto: Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH --  Khaizuran, sang ibunda Khalifah Harun ar-Rasyid, mengikuti jejaknya. Pada 788 M ia melakukan perjalanan hajinya sendiri sebagai ibu suri. Dalam perjalanan itu, ia memberikan sumbangan kepada rakyat dalam jumlah sangat besar. Dalam berkali-kali kesempatan, dia memerintahkan pembangunan sebuah tempat bernaung, pancuran air, atau sebuah masjid di sepanjang rute perjalanan haji.

Dia tampaknya juga merupakan orang pertama yang mengadopsi gagasan untuk melestarikan bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah. Ketika tiba di Makkah, tempat dia akan tinggal selama beberapa bulan, Khaizuran mendanai sebuah upaya untuk merestorasi rumah tempat Nabi dilahirkan.

Baca Juga

Tidak hanya itu, dia juga memperbaiki sebuah bangunan yang dikenal sebagai Rumah Arqam, tempat para pemeluk Islam awal berkumpul.

Pada masa belakangan, keduanya dimuliakan sebagai tempat suci. Dengan cara ini, Khaizuran makin meninggikan kedudukannya yang mulia sembari memberikan lebih banyak cap religius pada rezim putranya.

Harun memberinya penghormatan yang tidak diberikan Hadi, saudaranya. Ketika Khaizuran meninggal dunia dalam usia 50 pada tahun berikutnya, November 789 M, Harun berjalan telanjang kaki melalui lumpur di depan peti jenazahnya menuju makam.

Ketika Harun sampai di pemakaman di tepi barat Tigris, dia mencuci kakinya dan mengenakan sepasang sepatu bot baru. Sebagai ucapan selamat tinggal, dia membacakan eulogi Ibnu Nuwairah yang terkenal yang dibacakan istri Nabi Muhammad, Aisyah, di atas pusara ayahnya sekaligus khalifah pertama, Abu Bakar.

Menurut Bobrick, pada masa keluarga Abbasiyah berhasil berkuasa, penaklukan Islam kurang lebih sudah menempuh jalannya. Namun, perbatasan Bizantium masih terus berubah. Setelah serangkai kemunduran, Kerajaan Abbasiyah sekali lagi berusaha menekan balik. “Dua serangan Harun yang spektakuler ketika masih menjadi pangeran mahkota merangsang seleranya untuk mencapai tujuan ini,” ujarnya.

Tahun demi tahun, untuk meningkatkan kedudukannya sebagai panglima orang beriman, dia terjun ke medan perang. Di perbatasan barat Kerajaan Abbasiyah kerap terjadi bentrokan. Hal itu terjadi karena kedua belah pihak menempatkan pasukan di sepanjang garis pertahanan berkubu yang membentang di seluruh Asia Kecil atau Anatolia, dari Suriah hingga perbatasan Armenia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement