REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Produsen kosmetik halal disarankan untuk mulai menyasar pasar global. Sebab, jumlah konsumen potensialnya tak kalah banyak jika dibandingkan konsumen potensial dalam negeri.
Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Sapta Nirwandar, mengatakan, konsumen potensial untuk produk kosmetik halal saat ini mencapai 100 juta jiwa. Perhitungan itu didasarkan pada jumlah penduduk negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
57 negara anggota OKI, kata Sapta, total populasi Muslimnya mencapai 60 persen dari jumlah Muslim seluruh dunia. "Artinya, lebih dari satu miliar orang populasi Muslimnya. 10 persennya saja sudah 100 juta jiwa," kata Sapta kepada Republika, Rabu (11/3).
Indonesia Halal Watch (IHC) menyebut, konsumen potensial itu juga akan semakin besar seiring bertambahnya jumlah penganut Islam di seluruh dunia. Menyitir data International Monetary Fund (IMF), IHC mengatakan jumlah konsumsi produk kosmetik halal secara global saat ini telah mencapai 61 miliar dolar Amerika. Data tersebut juga menyebutkan bahwa di 2023, akan ada pertumbuhan sembilan persen konsumsi produk halal di dunia.
"Artinya, akan ada US$ 90 miliar yang dihabiskan per tahun secara global (untuk kosmetik halal)," kata Sekretaris IHC, Raihani Keumala kepada Republika, Rabu (11/3).
Namun, pasar potensial itu kini belum digarap oleh produsen kosmetik halal asal Indonesia. Malah, kata Sapta, pasar global itu kini masih dikuasai produsen asal Korea Selatan. Salah satu kawasan target utamanya adalah Timur Tengah.
"Mereka (produsen kosmetik asal Korea Selatan) juga pakai brand halal. Itu kan semua orang bisa ajukan sepanjang prosesnya halal," terang Sapta.
Namun, Raihani mengatakan pasar kosmetik global saat ini dipimpin produsen Arab Saudi dan Malaysia. Meski demikian, produsen Korea Selatan memang masuk jajaran pemain besar di pasar global industri kosmetik halal.
"Korea Selatan saat ini memiliki beberapa merek yang telah tersertifikasi halal dari beberapa lembaga sertifikasi halal seperti dari Malaysia, Singapura dan Kazakstan, juga ada beberapa yang mengajukan sertifikasi halal ke MUI," kata Raihani.
Tak sampai di situ, ujar Raihani, sejumlah negara dengan minoritas Muslim lainnya kini juga telah melirik pasar global kosmetik halal. Beberapa di antaranya Inggris, Kroasia, Rusia, Perancis, Jepang, dan Taiwan.
Sapta Nirwandar mengatakan, produsen kosmetik halal asal Indonesia kini harus mulai menargetkan pasar global. Terutama, produk-produk yang sudah terkenal di dalam negeri. Mereka harus mulai merebut pasar global.
"Pertama tidak usah jauh-jauh dulu, lah. Misalnya targetkan pasar Brunei Darussalam, Malaysia, Arab Saudi dan Kuwait," ujar Sapta.
Dari pengamatan Sapta, produsen asal Indonesia yang saat ini sudah mencoba pasar global adalah Wardah. Namun, target pasarnya baru sebatas Malaysia dan Kuwait.
Ia pun menyarankan agar Wardah dan produsen lainnya mulai menggarap pasar global. Caranya, kata dia, tentu dengan menggencarkan promosi.
"Tak kenal maka tak sayang. Jadi harus promosi secara kontinu dan sistematis ke negara-negara yang permintaannya tinggi terhadap produk kosmetik halal," ujar Sapta.
Promosi yang bisa dilakukan adalah secara daring dan juga secara langsung berupa pameran-pameran di negara-negara target. Selain itu, produsen asal Indonesia juga bisa memanfaatkan jasa influencer. "Umpamanya artis terkenal di Malaysia pakai bedak Wardah," kata Sapta.
Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, juga menyarankan hal serupa. Ia pun meyakini kosmetik halal asal Indonesia bisa menguasai pasar global.
Adapun negara sasaran yang ia sarankan adalah negara-negara Asia yang penduduknya mayoritas Muslim. "Malaysia dan Brunei itu bisa. Di Thailand dan Filipina sekarang juga sudah mulai banyak Muslim," kata dia.