Jumat 13 Mar 2020 09:14 WIB

Kosmetik Halal Kian Digemari

Halal itu tidak ada efek samping, dan halal itu jaminan.

Rep: Febryan A/ Red: Irwan Kelana
Para pembeli d'Orzu didominasi kaum milenial  dengan persentase 65 persen.
Foto: Dok Avairra Beauty
Para pembeli d'Orzu didominasi kaum milenial dengan persentase 65 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kosmetik bersertifikat halal makin digemari masyarakat. Meningkatnya pemahaman umat dan strategi promosi yang jitu diyakini sebagai pemicunya.

Salah satu produsen kosmetik halal yang merasakan kenaikan jumlah pembelian itu adalah Avairra Beauty dengan produknya d'Orzu. Produsen asal Indonesia ini mengalami kenaikan omzet hingga 220 persen jika dibandingkan saat pertama kali berproduksi sekitar 3 tahun lalu.

Direktur Avairra Beauty, Iqbal Qurusy, mengatakan, pihaknya memproduksi kosmetik halal memang untuk menjawab kebutuhan masyarakat Muslim di Indonesia. Motto yang diusung adalah halal dan thayyibah (baik).

Saat awal perjalanannya, kata Iqbal, pihaknya sempat tertatih-tatih selama enam bulan pertama. Penjualan mulai meningkat setelah pihaknya menggencarkan promosi berupa talk show, pameran dan iklan di media arus utama. 

"Akhirnya mereka merespons karena mereka sudah memahami soal kosmetik halal lewat edukasi kita. Selain itu, kebutuhan akan produk halal memang dicari hari-hari ini," ujar Iqbal kepada Republika, Selasa (10/3).

Menurut Iqbal, meningkatnya penjualan tak terlepas dari kualitas d'Orzu. Yakni menggunakan bahan-bahan yang tak saja halal, tapi juga baik untuk kulit Muslimah.

"Kita tidak pakai merkuri. Merkuri itu tidak najis alias tidak haram tapi kalau dikasih ke kulit muka ya tidak thayyibah," kata Iqbal. Sedangkan bahan bakunya diambil dari hewan sapi, bukan babi.

Adapun para pembeli d'Orzu, kata Iqbal, kini didominasi kaum milenial (kelahiran 1980-an - 1990-an) dengan persentase 65 persen. "Lebih banyak milenial karena mereka selalu ingin tampil cantik dan menarik," ucapnya.

Selain itu, lanjut dia, konsumen d'Orzu tak hanya terbatas pada kalangan Muslimah, tapi juga kalangan non-Muslim. "Mereka tahu halal itu tidak ada efek samping. Dan halal itu bagi mereka seperti sebuah jaminan," kata Iqbal lagi.

Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Sapta Nirwandar, mengatakan, kosmetik halal mulai digemari sekitar 7 tahun yang lalu. Musababnya karena makin meningkatnya kesadaran umat Islam untuk menggunakan produk yang halal. "Kalau dulu kan cuek-cuek saja," katanya kepada Republika, Rabu (11/3).

Peningkatan kesadaran saja sebenarnya, lanjut Sapta, tak akan terlalu berdampak pada penjualan kosmetik halal. Faktor kunci lainya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat Muslim secara global.

"Indonesia juga kelihatan pendapatan kelas menengahnya naik, jadi daya beli naik. Konsumsi produk halal pun meningkat, tak terkecuali produk kecantikan seperti hijab dan kosmetik," papar Sapta.

Indonesia Halal Watch (IHC), juga menilai faktor pemicu tren kosmetik halal adalah peningkatan pemahaman umat Muslim tentang produk halal. Terlebih pemahaman terkait bahan-bahan kosmetik yang sifatnya haram seperti kolagen, placenta, dan lemak babi.

"Sebagian konsumen menganggap produk-produk yang memiliki label halal biasanya mengandung bahan-bahan alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang," kata Sekretaris IHC, Raihani Keumala, Rabu.

Selain pemahaman, lanjut dia, peningkatan tren kosmetik halal juga dikarenakan berbagai promosi yang dilakukan produsen. Terlebih promosi yang langsung menyasar konsumen potensial. Seperti mengadakan kelas ataupun seminar soal produk halal di sejumlah instansi dan perguruan tinggi.

Selain itu, promosi lewat media sosial dan aplikasi jual beli-daring dinilai juga cukup berpengaruh. Sebab, kian banyak masyarakat yang kini memiliki akses internet.

Adapun konsumennya itu, kata Raihani, adalah para Muslimah remaja hingga dewasa. Ditambah lagi akhir-akhir ini juga makin banyak laki-laki Muslim yang menggunakan kosmetik halal seperti sabun, skincare, dan minyak rambut. 

Selain itu, juga ada konsumen dari kalangan non-Muslim. Mereka memilih kosmetik produk halal lantaran label halal dinilai sebagai jaminan kualitas dan keamanan suatu produk. "Mengingat begitu banyak saat ini kosmetik yang menggunakan bahan-bahan berbahaya," kata Raihani.

Sedangkan untuk produk kosmetik halal yang paling digemari kini, kata dia, adalah lipstik, lip tint, cushion, compact powder, dan blush on. Adapun merek-merek yang banyak diincar adalah Wardah cosmetics, Sariayu, Mazaya, Zoya Cosmetics, Amara Halal Cosmetics, L’oreal, Beauty Story, dan Make Over.

Dalam kesempatan sebelumnya,  CEO Female Daily Network Hanifa Ambadar mengatakan sejak forum online dibuat 11 tahun lalu, pengguna kosmetik tidak terlalu peduli dengan kosmetik halal. "Dua tahun belakangan, kami melakukan survey, mengejutkan. Poin halal berada di posisi kedua paling penting setelah bahan yamg terkandung dalam satu produk kosmetik," jelas dia dalam konferensi Jakarta Halal Thing 2019, Sabtu (7/12/2019).

Percakapan mengenai masalah kehalalan produk semakin banyak dan sering. Padahal sebelumnya mereka hanya membahas mengenai kualitas produk saja.

Apalagi saat ini banyak kosmetik lokal yang berkualitas dan berlabel halal. Ini lebih menarik pengguna kosmetik. Karena produsen lebih mudah dalam mempromosikan produk melalui media sosial.

“Selain itu, pengguna juga lebih mudah dalam berkonsultasi. Pengguna juga bisa berkunjung ke pabrik pembuatan kosmetik kapan saja,” kata Hanifa Ambadar.

Acuan Kosmetik Halal

Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, mengatakan, untuk mendapatkan sertifikasi halal, setiap merek kosmetik harus melewati persyaratan ketat. Semua bahan baku dan bahan pembantu proses produksi yang dipakai akan dicek oleh para auditor.

Sebagai salah satu auditor sertifikasi halal di LPPOM MUI Provinsi DI Yogyakarta, Nanung menyebutkan, setidaknya ada sembilan  jenis bahan baku yang berpotensi haram dalam produk kosmetik.

Mulai dari Estraks Plasenta, Cairan Amnion, Kolagen, Elasten, Alantion, Gliserin, Hormon, Asam Alfa Hidrokasi, hingga lapisan yang digunakan untuk mengemas vitamin.  

"Kandungan plasentanya harus dipastikan dari apa, kulit sapi-kah, babi-kah, domba-kah, atau kulit manusia," terang Nanung. Pengecekan sumber semacam itu juga dilakukan terhadap berbagai jenis bahan baku lainnya. Jika terbukti bahan bakunya dari kulit babi, misalkan, maka tentu tidak akan mendapat sertifikat halal.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement