REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ibadah haji, miqat adalah batas waktu dan tempat yang paling awal dikerjakan jamaah haji. Maksudnya, ibadah haji memiliki waktu yang tertentu dan juga dilakukan di tempat tertentu.
"Di mana ibadah itu tidak sah apabila dikerjakan di luar waktu dan tempatnya," kata Firman Arifandi dalam bukunya Perihal Penting Haji yang Sering Ditanyakan.
Firman mengatakan, dari Ibnu Abbas ra berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan batas (miqat maqani) buat penduduk Madinah adalah Dzulhulaifah, buat penduduk Syam adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarnul-manazil, buat penduduk Yaman adalah Yalamlam. Semua berlaku buat penduduk tempat itu dan orang-orang yang melewatinya yang berniat melaksanakan ibadah haji dan umrah. Dan barangsiapa yang berada lebih dekat dari tempat-tempat itu, maka miqatnya adalah dari tempat tinggalnya sampai-sampai penduduk Makkah (miqatnya) dari Makkah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Firmam mengatakan, miqat dari Jeddah adalah ijtihad baru, dikarenakan perjalanan sudah ditempuh melalui darat. Dalam tuhfatul muhtaj, Imam Ibnu Hajar al Haitami mengatakan "Sebagaimana orang yang keluar ke arah Haram yang kewalahan untuk gerak kanan dan kiri, maka boleh mengakhirkan ihramnya, tapi dengan syarat berihram di tempat yg jaraknya ke Makkah sama seperti jarak miqat ke Makkah, seperti kata Mawardi dan diikuti oleh yang lain, dari situ diketahui orang yang datang dari arah Yaman dari lautan boleh mengakhirkan ihramnya di tempat yang sejajar dengan Yalamlam hingga Jeddah,
karena jarak Jeddah ke Makkah seperti jarak Yalamlam ke Makkah (Tuhfatul Muhtaj).
Berikut urutan lengkap ritual jamaah Indonesia. Opsi pertama jika diurutkan maka skema pekerjaan haji sejak kedatangan hingga tuntas bagi jamaah haji Indonesia adalah berikut.
1. Menuju Makkah, niat untuk ihram umroh dimulai di miqat (Yalamlam, Jeddah, atau Bir Ali bagi yang turun di Madinah terlebih dahulu).
2. Tiba di Makkah melakukan umroh. Selesai tahalul bisa ganti baju biasa tanpa ihram. Menunggu hari-hari rukun haji bisa santai.
3. Masuk tanggal 8 Dzulhjjah boleh berangkat mengambil sunnah tarwiyah di Mina, tergantung kebijakan rombongan.
4. Tanggal 9 subuh bergerak menuju arafah, sudah berihram dan niat haji. Shalat zhuhur dan ashar dijamak. Mendengarkan khutbah. Melaksanakan ibadah wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang Arafah hingga maghrib tiba.
5. Setelah maghrib sudah boleh mulai bergerak ke Muzdalifah untuk mabit sejenak mengambil batu secukupnya, tidak perlu banyak-banyak.
6. Tengah malam sudah boleh bergerak ke Mina, kemudian pagi tanggal 10 bergerak melempar jumrah aqabah tujuh kali lemparan. Selanjutnya bisa bergerak kembali ke Makkah untuk thawaf ifadah, sa’i dan tahalul lalu ganti pakaian biasa.
7. Kembali ke Mina untuk lempar jumrah ula dan wustha di 11 dan 12. Kondisi sudah berpakaian bebas bagi yang sudah tahallul.
8. Bagi yang mengambil nafar awwal, maka setelah ashar 12 dzulqa’dah harus sudah keluar dari Mina. Jika sampai maghrib masih di Mina maka harus menyelesaikan nafar tsani dengan menginap semalam lagi dan melengkapi jumrahnya di hari ke 13.