REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di ujung Perang Dunia II yang terjadi pada 1945, membuat perjalanan haji di wilayah timur Arab Saudi menjadi tidak aman. Karena, perang ini melibatkan Jepang dan Belanda yang menjajah Indonesia di kisaran waktu itu.
Pada 1945, serangan sekutu atas Jepang yang saat itu menduduki Indonesia memengaruhi perjalanan haji Indonesia yang masih menggunakan jalur laut. Sehingga, hal ini membuat Hadratussyekh KH Hasyim Asyari sebagai Rais AM Partai Masyumi saat itu, melarang warga negara Indonesia melaksanakan ibadah haji dan menyatakan haram berhaji karena situasi itu.
Dalam buku Sejarah Haji dari Masa ke Masa yang diterbitkan Kementerian Agama pada 2012 menyebutkan, larangan berhaji tercantum dalam bab istithaáh (Kemampuan berhaji) yang dalam penjelasan Rasulullah SAW disebutkan dalam hal zad (bekal) dan rahilah (angkutan). Ketidakamanan dan gangguan dalam perjalanan t ermasuk hambatan yang bisa menggugurkan kewajiban menunaikan ibadah haji.
Dalam fiqih disebutkan, jika seseoang telah mengenakan ihram dan kemudian terjadi gangguan keamanan dan dibatalkan hajinya, maka ia tidak perlu membayar dam.
Dalam fiqih, hambatan berhaji ini disebut sebagai mawaniúl haji yang antara lain menyebutkan hambatan keamanan di jalanan bisa menjadi salah satunya. Dikutip dari pemberitaan Republika.co.id, 29 Februari 2020, fatwa KH Hasyim Asyari itu membuat geram keinginan pemerintah Belanda (sekutu) yang sudah mengusir Jepang.
Keinginan petinggi pemerintah Hindia Belanda Van der Plas yang mengeluarkan kebijakan memberi hadiah kepada tokoh ulama atau orang Islam tertentu di berbagai daerah untuk pergi haji ke Makkah menjadi tak berarti. Impian Van Der Plas yang ingin menarik hati kaum Muslim agar bersedia mendukung Belanda dengan iming-iming hadiah pergi menunaikan rukun Islam kelima ke tanah suci, mengalami kegagalan.
Akibat fatwa KH Hasyim Asyari hadiah itu menjadi sepi peminat. Bahkan, para mukimin Indonesia yang ada di Makkah sempat enggan melayani mereka yang pergi haji karena mendapat hadiah dari Van Der Plas itu.
Setelah situasi telah aman dan Indonesia sudah merdeka secara penuh pada, penyelenggaraaan haji dubuka dan diizinkan kembali oleh Pemerintah Indonesia. Terutama, selesai agresi militer kedua tahun 1949.