REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat haji dan umrah dari UIN Syarif Hidayatullah, Ade Marfuddin, menyarankan pemerintah melakukan komunikasi yang baik jika haji tahun ini dibatalkan Kerajaan Arab Saudi atas pertimbangan kesehatan. Calon jamaah haji mesti mematuhi segala keputusan Kerajaan Arab menyangkut haji.
Ade mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) untuk bergerak hingga tingkat KUA jika haji tahun ini resmi batal. Langkah ini bakal mencegah disinformasi di kalangan calon jamaah haji.
"Kemenag keluarkan kebijakan sesuai putusan Kerajaan Arab jika menunda haji. Jabarkan alasannya. Ini disampaikan ke tiap kanwil, KUA, di media, biar tidak disalahkan," kata Ade pada Republika.co.id, Kamis (2/4).
Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa juga mengeluarkan fatwa terkait hal tersebut agar menenangkan calon jamaah haji. Dengan fatwa itu, mereka tak merasa terbebani jika meninggalkan ibadah haji.
"Tidak sulit. Pemerintah pendampingan dengan masyarakat, bisa dituangkan dengan fatwa MUI," ujar Ade.
Terlepas dari itu, haji merupakan ibadah yang diatur secara kompleks oleh banyak negara dan lembaga; dari mulai pengurusan visa, paspor, penerbangan, hingga perizinan ditempuh secara lintas sektor. Karena itu, sangat kecil kemungkinannya jika ada calon jamaah haji memaksakan berangkat.
"Haji itu lintas departemen, enggak mungkin juga berangkat sendiri. Ada visa, penerbangan yang mesti diurus. Kalau tidak ada visa, pesawat terus mau haji di mana? Tidak bisa dilawan satu kelompok. Tetap Kerajaan Arab sebagai pemegang kunci," kata Ade.