REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketika mengunjungi Arab Saudi untuk beribadah atau tujuan lainnya, perlu kiranya memerhatikan berbagai aspek, salah satunya adalah transportasi.
Meski ada banyak transportasi umum, namun nyatanya taksi menjadi pilihan banyak orang.
Di Arab Saudi, memang banyak taksi, bahkan, mobil pribadi dengan berbagai model pun bisa menjadi taksi.
Namun, karena terlihat banyaknya penumpang yang ingin menggunakan jasa taksi, tak jarang para pengemudi menaikkan harganya dengan harga selangit.
Karenanya, perlu untuk memperkirakan atau menawar harga hingga terjadi kesepakatan oleh kedua pihak.
Mengutip buku "(Jangan) Panggil Saya Haji", yang ditulis tim media center haji, menyebutkan, meski para jamaah ketika berhaji atau umroh banyak yang bisa berbicara Bahasa Arab, belum tentu mereka bisa lancar memahami apa yang diutarakan para sopir.
Sebab, dikatakan bahwa para pengemudi kerap kali menggunakan bahasa Arab suqiyah (Bahasa pasar), sehingga tak jarang kesulitan dalam berkomunikasi juga didapati.
Masih dalam buku yang sama, menawar satu taksi juga nyatanya selalu berebut dengan calon penumpang lainnya. Alhasil, tak jarang banyaknya percobaan tawar menawar yang gagal dilakukan.
Lebih lanjut, jika memang dalam percobaan pertama, kedua atau bahkan ketiga tawar menawar masih gagal dilakukan, pencarian taksi harus dilakukan dengan cara ‘jemput bola’ ke sisi yang sedikit agak jauh. “Kalau tidak pasti kalah terus dengan orang-orang asing di sana,” tulis buku itu.
Dijelaskan juga, bahwa dalam menawar taksi ke sisi atau wilayah yang jauh dari kerumunan seperti daerah Haram, taksi bisa dengan mudah didapatkan. Asal, ada kesepakatan harga dari kedua pihak.
Sebagai contoh perbandingan harga, taksi bisa dikatakan mengenakan tarif normal jika jarak dari Masjid Al Haram menuju King Fadh Road, Makkah menarifkan 15 Riyal per orang.
Namun perlu diingat, ketika harga sudah dirasa cocok oleh kedua pihak, pengantaran harus jadi dilakukan, tanpa adanya pembatalan.
Sebab, jika ada gangguan atau bahkan lebih buruk, rombongan yang seharusnya melakukan perjalanan bersama terpisah, pengemudi tak mau tahu.
Bahkan, kata-kata kasar yang menggambarkan kekecewaan juga bisa saja terlontarkan oleh pengemudi tersebut.
Lebih jauh, dalam menggunakan jasa taksi, ada hal lain juga yang perlu diperhatikan, selain dari keseriusan penumpang. Yaitu, ketika wanita menggunakan jasa taksi.
Mengutip buku "Perempuan Berhaji" karya Afin Murtie, ada ketentuan yang perlu dilakukan perempuan ketika berpergian. Utamanya ketika menggunakan taksi atau angkutan umum. Dalam buku tersebut, mengajak mahram adalah hal yang tak terpisahkan
Lebih jauh, disebutkan juga bahwa laki-laki kiranya harus bisa menaiki kendaraan terlebih dahulu sebelum kemudian disusul perempuan.
Sebaliknya, ketika turun dari kendaraan, perempuan sebaiknya bisa turun terlebih dahulu, dan baru kemudian diikuti oleh laki-laki.
Selain itu, perlu dihindari perempuan berkendaraan umum sendiri, ataupun berdua dengan perempuan lainnya.
Namun, jika nyatanya ada beberapa orang dalam satu rombongan ketika hendak beribadah atau berziarah, menyewa kendaraan umum bisa saja dilakukan. Hal tersebut juga berlaku ketika berada di Makkah atau Madinah, atau ketika miqat dalam umroh.
Tetap saja, tawar menawar perlu dilakukan sebelum naik, terlebih ketika taksi tak menggunakan Argo.
Terkait hal tersebut, lebih baik menyewa kendaraan untuk satu kali jalan saja, dan bukan untuk pulang pergi. Langkah itu bertujuan agar sopir tak lama menunggu, kecuali, jika ada kesepakatan sebelumnya yang telah dinegosiasikan.
Khusus ke Masjid Nabawi, jaraknya cukup dekat jika merujuk ke lokasi Maktab atau biasa disebut hotel. Karenanya, jalan kaki bisa lebih disarankan.