REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski uang digital atau transaksi secara digital sudah digandrungi jamaah haji dan umrah saat beribadah, namun hal itu sedikit banyak tak mengubah ketergantungan jamaah pada uang tunai. Uang tunai dinilai banyak manfaatnya sekaligus perlu kewaspadaan bagi jamaah yang bersangkutan.
Pengamat Haji dan Umroh dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi menyampaikan, jamaah Muslim global maupun Indonesia saat ini memang cenderung menggunakan uang digital atau cashless. Hal itu karena terdapat sistem perbankan antarnegara yang sudah terkoneksi dan bekerja sama di Arab Saudi sehingga memudahkan pengguna kartu debet atau kartu kredit dapat menggunakannya di Tanah Suci.
Namun demikian, tetap saja ada komponen dari uang tunai yang tak bisa tergantikan. “Tetap, bawa uang tunai itu perlu,” kata Dadi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/4).
Kebutuhan sehari-hari jamaah baik membeli paket internet, berbelanja, bersedekah, hingga membagi uang tip kepada para petugas yang dinilai memiliki kinerja memuaskan memang membutuhkan uang tunai. Namun, membawa uang tunai juga dinilai tak luput dari bahaya.
Bahaya, sebagaimana yang terjadi di manapun di penjuru bumi—juga terjadi di Tanah Suci. Tak sedikit jamaah haji dan umrah yang membawa uang tunai mengalami kecopetan, kecurian, atau bahkan kehilangan (akibat kesalahan pribadi) saat berada di suatu tempat di Arab Saudi.
“Meskipun di Tanah Suci, banyak jamaah haji dan umrah yang jadi korban pencopetan dan kehilangan dompet,” ujarnya.
Dia menyarankan, jamaah haji dan umrah perlu mengkalkulasi berapa kebutuhan uang cash yang perlu dipersiapkan selama berada di Tanah Suci. Estimasi itu seyogyanya perlu dikalkulasi sebelum berangkat ke Tanah Suci, atau sejak dari Tanah Air.