REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Hajar Aswad. Batu berwarna hitam ini menjadi idam-idaman setiap umat Islam untuk bisa menyentuh, bahkan menciumnya. Pada setiap musim haji dan umrah, ribuan bahkan jutaan umat Islam yang melakukan tawaf rela berdesak-desakan agar bisa mendekati batu tersebut.
Hajar Aswad terletak di sebuah lubang di sudut tenggara Ka’bah dan menjadi patokan hitungan tawaf. Lubang tempat Hajar Aswad tersebut dilingkari besi putih yang direkat dengan timah. Ketinggian lubang sekitar 1,10 meter dari permukaan lantai Masjidil Haram.
Saat ini, Hajar Aswad sebenarnya terdiri atas delapan bongkahan batu yang direkatkan menjadi satu dengan ikatan berupa lingkaran perak. Awalnya, batu tersebut masih menjadi satu kesatuan. Namun, dalam perjalanan sejarah keberadaan Ka’bah, Hajar Aswad telah mengalami berbagai peristiwa yang menyebabkan batu itu tak lagi utuh. Pecah menjadi delapan bongkahan setelah dihantam musuh Islam.
Mengenai asal usul batu tersebut, hadis riwayat Abdullah bin Amru menyebutkan, Rasulullah pernah bersabda, Malaikat Jibril telah membawa Hajar Aswad dari surga, lalu meletakkannya di tempat yang kamu lihat sekarang ini. Kamu tetap akan berada dalam kebaikan selama Hajar Aswad itu ada. Nikmatilah batu itu selama kamu masih mampu menikmatinya. Karena, akan tiba saat di mana Jibril datang kembali untuk membawa batu tersebut ke tempat semula.”
Karena itulah, pada saat melakukan tawaf haji ataupun umrah, umat Islam disunahkan untuk mencium dan menyentuhnya. Hajar Aswad termasuk di antara tanda-tanda kebesaran Allah SWT di muka bumi.
Sejarah panjang batu itu tak bisa dilepaskan dari sejarah Nabi Ibrahim AS saat membangun kembali Ka’bah. Bersama putranya, Ismail AS, dia menata kembali batu-batu untuk mendirikan Ka’bah yang sebenarnya pernah dibangun di lokasi yang sama pada masa Nabi Adam AS.
Namun, saat hampir selesai membangun Ka’bah, Ibrahim AS merasa ada yang kurang. Dia kemudian memerintahkan putranya, Ismail, untuk mencari batu yang akan diletakkan di sudut tenggara Kabah. Ismail pun mematuhi perintah ayahnya. Ia pergi dari satu bukit ke bukit lain untuk mencari batu yang paling baik.
Ketika sedang mencari, malaikat Jibril datang menemui Ismail dan memberinya sebuah batu yang cantik. Dengan senang hati, ia menerima batu itu dan segera memberikannya kepada Ibrahim. Kemudian, Ibrahim pun sangat gembira mendapat batu itu sehingga beliau menciumnya beberapa kali.
Setelah meletakkan Hajar Aswad di sudut tenggara Ka’bah, Ibrahim AS bersama Ismail AS mengelilingi Ka’bah hingga tujuh kali. Peristiwa inilah yang menjadi acuan umat Islam saat melaksanaka haji dan umrah, yakni tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran.
Sejak diletakkan di sudut tenggara Ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS, Hajar Aswad mengalami berbagai peristiwa. Misalnya, ketika Bani Bakar bin Abdi Manaf bin Kinanah bin Ghaisyan bin Khaza’ah mengusir keturunan Jurhum dari Kota Makkah, Amr bin Harits bin Madhadh dari suku Jurhum kabur membawa dua patung emas kepala rusa yang tadinya ada di Ka’bah dan juga Hajar Aswad. Namun, batu hitam tersebut kemudian dipendam di sumur zamzam yang ada di sekitar Ka’bah. Dia pun melanjutkan pelariannya ke Yaman.
Namun, pemendaman Hajar Aswad di sumur zamzam tidak bertahan lama. Saat Amr bin Harits memendam batu itu di sumur, ada seorang wanita dari Khaza’ah yang melihatnya. Wanita itu memberi tahu Bani Bakar bin Abdi Manaf yang kemudian melakukan pencarian. Setelah ditemukan, Hajar Aswad tersebut kembali diletakkan di sudut tenggara Ka’bah.
Ketika Makkah dikuasai suku Qaramitah di bawah pimpinan Abu Tahir Al Qarmuthi yang melakukan pembantaian terhadap 1.700 orang di Masjidil Haram tahun 317 H, sejarah kelam juga dialami Ka’bah. Pengikut perhiasan Ka’bah merobek-robek kiswah penutupnya, lalu mengambil talang emas yang ada di atap Ka’bah dan mencopot Hajar Aswad dari tempatnya.
Sejak itu, lubang di sudut tenggara Ka’bah sempat kosong dari Hajar Aswad selama 22 tahun. Orang-orang yang tawaf hanya meletakkan tangannya di tempatnya itu untuk mendapatkan berkahnya. Baru pada tahun 339 H, Hajar Aswad dikembalikan dan ditaruh di tempatnya semula.
Pada tahun 363 H, datang seorang laki-laki yang diketahui berasal dari Romawi. Saat ia mendekati Hajar Aswad, ia mengambil cangkul dan memukulkannya dengan kuat hingga berbekas. Namun, saat akan mengulangi perbuatannya, seorang Yaman datang dan menikamnya sampai roboh.
Pada tahun 413 H, Bani Fatimiyah dari Mesir mengirim pasukan ke Makkah di bawah pimpinan Hakim Al Abidi. Dalam pasukan tersebut, ada seorang laki-laki berkulit merah dan berambut pirang serta memiliki badan tinggi besar. Saat berada di depan Hajar Aswad, dia mengangkat batu itu. Dipukulnya sebanyak tiga kali hingga pecah dan berjatuhan.
Kemudian, pada tahun 990 H, datang seorang laki-laki asing yang bukan orang Arab. Dia membawa sejenis kapak. Dengan kapak itu, ia memukul Hajar Aswad. Namun, Pangeran Nashir menikamnya dengan belati hingga mati.
Selanjutnya, pada tahun 1351 H, ada lagi seorang laki-laki dari Afghanistan yang mencungkil pecahan Hajar Aswad. Lalu, ia mencuri potongan kain kiswah serta sepotong perak pada tangga Ka’bah. Penjaga masjid mengetahui perbuatan itu, kemudian menangkapnya. Dia pun dihukum mati.
Setelah mengalami kejadian itu, Raja Abdul Aziz bin Abdur Rahman Al Faisal As Saud merekatkan kembali pecahan Hajar Aswad. Perekatan dilakukan setelah diadakan penelitian oleh para ahli untuk menentukan bahan khusus yang digunakan untuk menyatukan pecahan Hajar Aswad. Setelah itu, Hajar Aswad diikat dengan logam perak.