REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.
MADINAH - Rumah Nabi, di mana Rasullah Saw dulu tinggal bersama Aisah Binti Abubakr Al-Siddiq, itu terletak di bagian timur Masjid Nabawi di Madinah. Lokasi itu kini menjadi makam Nabi dan dua sahabatnya Abubakr Al-Siddiq dan Omar Bin Al-Khattab berada di kamarnya.
Menurut laporan Badan Pers Saudi seperi dikutip dari Saudi Gazette, pintu menuju ke arah 'Rumah Nab'i biasanya terbuka menuju apa yang disevut "Raudah Al-Sharifah". Ketika Rasulah Saw wafat berada di kamar Aisyah itulah sebelum para sahabtanya nabi kala itu membahas dan menyetujui di mana beliau harus dimakamkan.
Saat membahas soal pemakaman tersebut, sahabat Abu Bakar mengatakan dia mendengar Nabi berkata bila: "Setiap nabi dimakamkan di tempat dia mati", maka Nabi dimakamkan di kamarnya dan makamnya terletak di bagian selatan "Kamar Suci". "
- Keterangan foto: Rekonstruksi bangunan rumah nabi yang ada di Museum Masjid Nabawi di Madinah. Rumah Nabi ternyata sangat sederhana dan mungil. Di atasnya memakai atap pelepah kurma dan dindngnya dari batu yang dilekatkan dengan tanah liat.
Menurut situs web Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci, ada ucapan dan kutipan yang menyebutkan bahwa para malaikat mengelilingi kuburan siang dan malam, terus melantunan shalawat kepada nabi, seperti yang sebuah hadits diriwayatkan oleh Al-Darimi dan Al-Baehaqi .
Di "Kamar Suci", Presidensi berkata: "Aisyah dulu tinggal di bagian utara kamar itu. Tidak ada penghalang antara kamar Aisyah dan makam Nabi. Ketika Abubakar meninggal, dia mengizinkannya dimakamkan di kamar dan dia dikuburkan sekitar satu lengan di belakang Nabi, kepalanya tidak jauh dari bahu Nabi. Aisyah tidak menempatkan penghalang antara dia dan dua kuburan, mengatakan, "Mereka adalah suamiku dan ayahku."
Namun, untuk menghormati Umar bin Khtab setelah kematiannya, Aisha membuat partisi untuk memisahkan area di mana dia tinggal dari kuburan karena Umar bukan mahram.
"Kamar Suci" yang kini menjadi kompleks makan nabi dengan dua orangsahabatnta itu telah mengalami perbaikan dan renovasi berkali-kali. Khalifah Umar bin Khatab adalah pihak yang pertaa kali memperbaiki makan itu. Dalam sebuah kunjungan atau ziarah ke makam nabi itu khalifah Umar Bin Al-Khattab ke Masjid Nabi di 17H (638 M) mengganti daun pintu di rumah dengan dinding.
Kemudian dalam sebuah kunjungan oleh Al-Waleed Bin Abdul Malik selama periode 88 - 91H, khalifah Umar Bin Abdulaziz membangun kembali ruangan itu dengan batu-batu hitam di area yang sama di mana ia berada sebelumnya. Kemudian dia membangun dinding lima sisi di sekitar ruangan, dengan cara membuat segitiga di bagian belakang agar tidak menyerupai Ka'bah Suci.
Sejak era mendiang Raja Abdulaziz Bin Abdulrahman Al Saud hingga era Penjagaan Dua Masjid Suci, Raja Salman, Kerajaan telah memberikan semua perhatian dan perhatian pada Kamar Suci dan juga dengan memberikan tanda 'Kubah Hijau' di Masjid Nabi.
Pemerintah Arab Saudi saat ini telah melestarikan struktur bersejarah Masjid Nabawi. Mereka juga bekerja untuk mendukung dan merenovasinya, kapan pun dibutuhkan. Otoritas di Kerajaan Saudi secara teratur memeriksa Kamar Suci dan melaksanakan pemeliharaannya dengan cara sopan dan hormat.
Mereka memberikan tugas perawatan kompleks makan nabi kepada orang terbaik dalam hal kesalehan dan integritas. Mereka juga merawat dan mengecat Kubah Hijau setiap kali warna hijau memudar karena kondisi iklim yang keras dan gersang.
*****
Dalam kisah atau riwayat lain banyak sekali meriwayatkan soal rumah nabi tersebut. Semua kisah terlihat terkisama denga rumah nabi yang sangat berbeda dengan rumah kaisar atau raja pada saat itu, seperti Raja Persia atau Romawi. Tak ada bangunan kastul megah dengan lantai marmer srta dilengkapi dengan ruangan yang luas dan di sangga dengan banyak pilar.
Di sana ditemtukan sosok tumah Nabi Muhammad sangat kecil dan hanya beralaskan tanah. Dindingnya terbuat dari tanah liat, dan atapnya terbuat dari pelapah kurma.
Imam Bukhori dalam kitab shahih Adabul Mufrodkarya menyebutkan bila Daud Bin Qais meriwatkan hadits seperti ini:
“Saya melihat kamar Rasulullah saw atapnya terbuat dari pelepah kurma yang terbalut dengan serabut, saya perkirakan lebar rumah ini, kira kira 6 atau 7 hasta (1 hasta = 0,45 meter), saya mengukur luas rumah dari dalam 10 hasta, dan saya kira tingginya antara 7 dan 8, saya berdiri dipintu aisyah saya dapati kamar ini menghadap Maghrib (Marocco)”.
Jadi, rumah Rasulullah panjangnya tidak lebih dari 5 meter, lebarnya hanya 3 meter dan tinggi atap 2,5 meter. Hal ini menjadi bukti bahwa Nabi Muhammad dulu hidup dalam kesederhanaan.
Sayyidina Umar Radhiallah anhu menjawab: ” Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membekas pada tubuhmu. Engkau adalah Rasulullah SAW, Utusan Allah SWT. kekayaanmu hanya seperti ini. sedangkan kisra dan raja-raja lainnya hidup bergelimangkan kemewahan” .
“Nabi Muhammad SAW menjawab: apakah engkau tidak rela jika kemewahan itu untuk mereka di dunia dan untuk kita di akhirat nanti?” (Hadits riwayat Bukhari Muslim).
Maka, dari pelajaran ini terpetik hikmah 'kalau mau ikut jalan' nabi setidaknya bernai hidup sederhana dan tidak hidup dalam gelimah kemewahan, misalnya punya rumah yang indah, luas, dan megah baik istana. Rumah yang mewah dan glamour itu ternyata galibnya rumah kaisar atau bukan rumah nabi.
Pelajaran lainnya, kalau mau 'i'tiba ala rasul' itu memang berat, tak hanya mencontoh hal yang ruhani seperti cara beribadah, tapi merujuk juga pada perilaku ragawi keseharian atau cara hidup Rasullah SAW. Contohnya ya bercermin pada 'rumah rasullah' itu.