REPUBLIKA.CO.ID, -- Apalagi berpuasa bagi kebanyakan orang berarti pelebrun disa untk setahun, melakukan ibadah haji ke Makkah dan daerah sekitarnya, yang biasanya dilakukan bersama-sama dengan berziarah ke makam Nabi Muhammad, dianggap membawa pengampunan bagi dosa-dosa seluruh kehidupan sebelumnya. Rukun ini, yang hanya berlaku bagi orang-orng yang keuangannya, kesehatanna dan keadaan lainnya mengizinkan untuk melakukannya, di Nusantara makin lama makin dikenal,
Dalam tahun-tahun terakhir peserta dari Hindia Timur berjumlah kurang lebih 20.000 orang setahun, seperempat dari jumlah haji yang menyebrang dari jmlah haji yang menyebrang lautan untuk pergi ke tanah suci agama Islam. Apabila orang meninggal dunia belum melakukan ibadah haji, padahal melihat kehidupannya ia mampu untuk melakukannya, maka sebagian dari harta peninggalannya, adalah hutang kepada Tuhan.
Oleg karena itu, sjeumlah uang disisihkan dipergunakan sebagai upah seorang wakil (badal haji). Banyak sekali uang yang demikian setiap tahunnan dikirim ke Makkah maupun orang Indonesia yang bermukim di sana.
Biasanya para haji sesudah pulang ke tanah air, memakai serban, selanjutnya kerapkali mengenakan akaian yang agak serba Arab. Kemudians etelah setelah menunaikan ibadah haji, biasanya mereka kebanyakan agak setia melakukan rukun agama, terutama di zaman dahulu, ketika jumlah mereka belum begitu besar dan karena itu gengsi mereka dalam mata masyarakat pribumi jauh lebih besar dari pada sekarang. Semua itu memberi alasan bagi orang-orang eropa untuk menganggap haji-haji itu sebegai pendeta-pendeta saja. Sudah tentu ini tidak benar, mereka itu juga pegawai-pehawi masjid, bukanlah pendeta.
Maka sama naifnya dengan pendapat para haji bahwa perjalannya ke Makkah dapat menghilangkan dosa-dosa masa lampaunya, adalah tanggapan yang juga terdapat di beberapa kalangan bangsa Eropa. Orang-orang pribumi berjubel-jubel seperti ikan teri berlayar ke Jeddah. Di tanah Arab mereka diseret berbondong-bondong oleh penunjuk jalan calon haji dari tempat keramat ke tempat keramat yang lain, dan beberapa minggu lamanya bergaul di tengah-tengah khlayak ramai yang selalu ribut, dan bahasanya yang tidak mereka mengerti.
Setelah pulang ke tanah air, mereka menjadi orang-orang yang telah mengalami perubahan jiwa, mereka menjadi orang fanatik. Sesungguhnya pengaruh haji itu atas kehidupan rohani kebanyakan haji kalaupun ada, hanya kecil sekali. Namun hajisecara tidak langsung membawa akibat yang penting bagi kehidupan keagamaan orang-orang Islam Hindia.
Setiap tahun di antara mereka yang melakukan perjalanan ke Makkah tersapatsejumlah pemuda yangmenetap lama di koa suci itu untuk menuntut ilmu pengeahuan Islam di bawah pimpinan guru-guru bangsa Arab yang kenamaan. Kelompok ''Orang-Orang Jawa itu' --sebutan kepada orang-orang Arab kepada semua orang Indonesia -- makin lama makin besar. Banyak di antara pelajar-pelajar iu kemudian pulang ke tanah air sebagai ahli kitab dan ganti mereka bertindak sebagai guru; dan madrasah-madrasah mereka merupakan pusat penyebaran pengaruh penyebaran hukum Islam dalam keseluruhannya ke dalam bidang pendidikan di kalangan yang lebih luas, Terutama dalam abad terkahr pengajaran di madrasah-madrasah Hindia Timur terus menerus diubah dengan mencontoh cara-cara yang dipakai di Makkah.