REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid Istiqlal dikenal sebagai salah satu rumah ibadah umat Muslim di Indonesia, serta menjadi salah satu bangunan ikonik Tanah Air yang tak pernah luput dari perhatian. Masjid Istiqlal bahkan menjadi salah satu destinasi wisata religi bagi banyak orang, termasuk dari luar negara.
Terletak di Ibu Kota Jakarta, masjid ini menyimpan sejarah panjang sejak awal pembangunannya. Istiqlal merupakan masjid kebanggaan Indonesia sebagai ungkapan dan wujud rasa syukur bangsa yang mayoritas beragama Islam.
Masjid yang kemudian dinyatakan sebagai yang terbesar di Asia Tenggara ini dianggap sebagai berkat dan rahmat dari Allah SWT karena telah menganugerahkan nikmat berupa kemerdekaan bagi negara ini, setelah penjajahan terjadi selama lebih kurang 350 tahun. Gagasan pembangunan masjid yang dinyatakan sebagai masjid kenegaraan ini juga sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia yang sejak zaman kerajaan purba pernah membangun bangunan monumental keagamaan yang melambangkan kejayaan negara.
Sebagai contoh, pada zaman kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia telah berjaya, terdapat pembangunan candi Borobudur dan Prambanan. Karena itulah pada masa kemerdekaan Indonesia terbit gagasan membangun masjid agung yang megah dan pantas menyandang predikat sebagai masjid negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
Nama Istiqlal memiliki makna berupa merdeka, yang secara harfiah berasal dari bahasa Arab dengan arti kebebasan, lepas, atau kemerdekaan. Dikutip dari Dunia Masjid, ide pembangunan masjid pertama kali tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada 1950, KH. Wahid Hasyim yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid.
Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Pada 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal melaporkan rencana kepada presiden RI ke-1 Soekarno yang diketahui langsung menyambut baik. Soekarno bahkan mengatakan akan sepenuhnya membantu pembangunan Masjid Istiqlal.
Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam sayembara maket Masjid Istiqlal. Sayembara itu diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada 22 Februari 1955.
Dewan Juri sayembara maket Masjid Istiqlal, terdiri dari para arsitek dan ulama terkenal. Susunan Dewan Juri selain Soekarno sebagai ketua, adalah Roeseno, Djuanda, Suwardi, R. Ukar Bratakusumah, Soeratmoko, Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), dan Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berlangsung mulai 22 Februari 1955 sampai 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan yang terlihat dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, namun hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.
Baca juga:
Menelusuri Masjid-Masjid Tua di Jakarta (1)
Menelusuri Masjid-Masjid Tua di Jakarta (2)