REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi memastikan bahwa keberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441 Hijriyah/ 2020 Masehi dibatalkan. Kebijakan ini diambil karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jamaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai.
"Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/ 2020 M," kata Menag dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (2/6).
Menag mengatakan, sesuai amanat undang-undang (UU), persyaratan melaksanakan ibadah haji selain mampu secara ekonomi dan fisik, juga harus memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji harus dijamin serta diutamakan. Artinya harus dijamin keselamatan dan keamanan jamaah sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan saat di Arab Saudi.
Menag menegaskan bahwa keputusan pembatalan penyelenggaraan haji ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi dapat mengancam keselamatan jamaah haji.
"Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan," ujarnya.
Kemenag telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu. Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jamaah haji menjadi korban.
Tahun 1814 misalnya saat terjadi wabah thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 terjadi wabah kolera, dan 1987 terjadi wabah meningitis. Indonesia juga pernah tidak menyelenggarakan ibadah haji karena pertimbangan masalah agresi Belanda tahun 1946, 1947 dan 1948. Tahun 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag Nomor 4 Tahun 1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.
Selain soal keselamatan, Kemenag menyampaikan, kebijakan pembatalan penyelenggaraan haji diambil karena hingga saat ini Arab Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2020. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah. Padahal persiapan itu penting agar jamaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.
"Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Arab Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal akses layanan dari Arab Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka," jelas Menag.
Menag mengatakan, jika jamaah haji dipaksakan berangkat ke Arab Saudi, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tidak kunjung membuka akses.
Kemenag menegaskan, pembatalan keberangkatan jamaah haji ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI). Maksudnya pembatalan itu tidak hanya untuk jamaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jamaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.
"Jadi tahun ini tidak ada pemberangkatan haji dari Indonesia bagi seluruh WNI," tegas Menag.