REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Haji dan Umrah Mahfud Djunaedi menegaskan selain dana ibadah haji, pemerintah juga harus memberikan kepastian terkait kuota haji 2020 yang batal berangkat. Mengingat di Indonesia kuota atau daftar tunggu calon jamaah haji masih menjadi hal yang sangat krusial.
"Kuotanya bagaimana kalau duit diambil? Itu yang mesti jelas harus dibuat aturan, karena antrenya 15 tahun kalau dia sekarang umur 70 tahun, bagaimana?" ujar penasehat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri).
Terkait hal itu, Mahfud mengusulkan jamaah yang ingin mengambil uangnya tidak harus kehilangan kuotanya untuk berangkat tahun depan. Namun, tentunya harus dengan syarat dan aturan-aturan yang dibuat secara jelas dan tegas. Misalnya, jamaah harus melunasi lagi pembayarannya beberapa bulan sebelum jadwal keberangkatannya. Tapi juga tetap ongkosnya tidak dinaikkan atau berubah.
"Kan ini kondisi darurat, pemerintah juga harus mengalah, duit diambil kuota gak hilang. Jadi jamaah juga senang, tinggal dibuat aturannya, harus lunas sebelum berangkat," ungkap Mahfud.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi memastikan pembatalan keberangkatan jamaah haji. Keputusan itu dikeluarkan karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jamaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai.
"Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/ 2020 M," katanya seperti diberitakan Republika.co.id.
Menag mengatakan, sesuai amanat undang-undang (UU), persyaratan melaksanakanibadah haji selain mampu secara ekonomi dan fisik, juga harus memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji harus dijamin serta diutamakan. Artinya harus dijamin keselamatan dan keamanan jamaah sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan saat di Arab Saudi.