REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan, banyak yang belum mengetahui bawah subsidi yang jamaah haji terima diragukan kehalalannya. Karena selama ini subsidi diterima jamaah yang berangkat tahun berjalan diambil dari jamaah waiting list.
"Bukankah model subsidi semacam ini berpotensi melanggar aturan syariah," kata Mustolih kepada Republika.co.id, Kamis (4/6).
Menurutnya, prinsip kehati-hatian dalam mengelola keuangan haji, belum dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karena sejak dibentuknya, BPKH belum membuat terobosan yang dapat menghapus skema ponzi dalam sistem antrian keberangkatan jamaah haji.
"Belum ada terobosan berarti BPKH, utamanya atas kebijakan investasi dari dana haji yang dapat memperoleh hasil secara signifikan dan memuaskan," ujarnya.
Sistem ini juga kata dia, selain tidak menjalankan prinsip kehati-hatian, juga tidak menjalankan prinsip mampu atau istithaah. Baik mampu secara kesehatan maupun ekonomi yang sudah jelas Istithaah ini merupakan bagian dari rukun Islam kelima yakni naik haji jika mampu.
"Karena syarat berangkat haji adalah bagi yang mampu, bukan yang disubsidi," katanya.
Menurutnya hal ini kedepannya pasti akan memunculkan ketidakadilan, dalam penyelenggaraan ibadah haji, terutama bagi jamaah haji yang belum berangkat. Untuk itu BPKH harus dapat menghapuskan sistem ketidakadilan antar jamaah haji.
"Sebagai catatan, yang tidak banyak diketahui publik, hasil investasi dana haji ternyata sebagian besar digunakan untuk mensubsidi penyelengaraan haji yang digelar setiap tahunnya," katanya.
Ia mengatakan, biaya haji jamaah Indonesia sesungguhnya Rp 70 juta per orang. Akan tetapi yang dibayar oleh jamaah pada tahun berjalan ini sampai pelunasan yang berangkat ke Tanah Suci hanya setengahnya. "Yakni di kisaran Rp 35 juta per orang," katanya.
Dengan kata lain, jamaah haji tunggu mensubsidi biaya jamaah haji yang berangkat. Padahal model subsidi semacam ini berpotensi melanggar aturan syariah, karena syarat berangkat haji adalah bagi yang mampu. Maka manakala biaya haji jamaah Indonesia dinarasikan sebagai termurah diantara negara-negara lain sebenarnya sangatlah tidak tepat. "Ternyata murah karena ada subsidi," katanya.
Karena itu kata dia, belum terlambat bagi BPKH untuk menata lembaganya agar menjalankan asas transparansi dan profesionalismenya, sehingga mendapat simpati dan kepercayaan publik. Selain itu BPKH dapat memberikan keadilan bagi jutaan calon jamaah yang menitipkan uangnya.
"Tanpa transparansi yang terukur sangat sulit BPKH menjadi lembaga yang dipercaya publik," katanya.
Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengatakan seharusnya jamaah membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sampai Rp 70 juta, dengan subsidi itu jamaah hanya membayar sekitar Rp 35 juta saja.
"Belum lagi sebagian dari nilai pengembangan dan sebagian berasal dari nilai manfaat jamaah yang belum berangkat yang dibagikan kepada jamaah yang belum berangkat," katanya.
Ia memastikan, nilai manfaat juga tidak diberikan kepada jamaah yang akan berangkat, tetapi diberikan juga untuk jamaah haji yang belum berangkat atau jamaah tunggu. Berapa jumlah atau nilai masing-masing, menerima nilai manfaat itu diatur oleh Kemenag dan DPR.