REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (Asbihu NU), KH Hafidz Taftazani mengingatkan kepada Menteri Agama, Fahrul Razi agar tidak tersangkut masalah hukum dalam penyelenggaraan ibadah haji. Karena, menurut dia, sebelumnya sudah ada dua menteri agama tersangkut masalah korupsi, Suryadharma Ali dan Said Agil Husin Al Munawar.
Dia menjelaskan, kedua menteri agama tersebut tersangkut masalah hukum akibat permainan dari bawahannya. Karena itu, menurut dia, menteri agama yang sekarang harus mengerti semua soal pengelolaan dana haji di lingkungan Kementerian Agama, khususnya yang terkait dengan optimalisasi dana haji khusus.
"Jadi menteri agama sekarang ini jangan menjadi yang berurusan dengan masalah hukum lagi. Maka harus tahu uang-uang itu uang siapa dan dari mana. Sampai satu sen pun menteri agama harus ngerti," ujar Kiai Hafidz saat ditemui di Jakarta, Senin (22/6).
Dana optimalisasi dana haji khusus sendiri saat ini telah dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Namun, menurut dia, Kementerian Agama maupun BPKH kurang transparan dalam pengelolaan optimalisasi dana haji khusus.
Sementara, menurut Kiai Hafidz, Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) selama ini tidak berani mempertanyakan pengelolaan dana optimalisasi haji itu karena enggan usahanya terganggu.
"Pada dasarnya teman-teman pada enggan berbicara dana optimalisasi. Mereka lebih memilih cara yang aman. Tapi kalau mau tahu dana optimalisasi tanya saja ke BKPH," kata Direktur Utama PT. Al Haramain Jaya Wisata Tour and Travel ini.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Anggota Badan Pelaksana BPKH, A Iskandar Zulkarnain menjelaskan bahwa pengelolaan optimalisasi dana haji khusus saat ini sudah transparan. Menurut dia, pengelolaannya sama seperti optimalisasi dana haji reguler.
"Ya pengelolaannya transparan sama saja penggelolaan haji reguler dengan haji khusus. Sama-sama dikelola dan dikembangkan melalui investasi," ujar Iskandar.
Menurut dia, optimalisasi dana haji khusus yang dikelola BKPH saat ini berjumlah sekitar Rp 3,5 triliun, sedangkan masa antrian haji khusus rata-rata lima tahun. "Jadi kalau haji khusus itu kan nanti dalam masa antrian di kelola BKPH. Nah, pada yang bersangkutan berangkat, dananya itu dikembalikan ke PIHK, karena yang menyelangarakan haji khusus itu PIHK," ucapnya.
Dia menambahkan, hal itu berbeda dengan haji reguler yang diselenggarakan oleh Kemenang, yang mana pada saat ada jamaah haji yang berangkat diperhitungkan sebagai biayai operasional penyelenggaraan ibadah haji. "Jadi itu berbeda dengan haji reguler pada penyelenggaraan Kemenang," kata Iskandar.