REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah menyoroti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang tak kunjung melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI( untuk proses penerbitan sertifikasi halal. Dia mengatakan terdapat tiga unsur penting dalam penerbitan sertifikasi halal yaitu BPJPH selaku regulator, lembaga pemeriksa halal/LPH (institusi auditor) dan MUI (verifikator auditor halal serta sidang fatwa).
"Seyogyanya peran penting MUI dan LPPOM MUI harus tetap dipertahankan dan tidak boleh terabaikan dengan keadaan apapun," kata Ikhsan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/7).
Sejauh ini, kata dia, BPJPH belum melibatkan MUI untuk menelurkan auditor halal tapi justru membuat LPH versinya sendiri. Padahal tiga unsur sertifikasi halal tetap ada selama undang-undang terkait itu masih berlaku.
Ikhsan menyebutkan terdapat landasan hukum MUI harus dilibatkan dalam sertifikasi halal, di antaranya Pasal 1 angka 8 UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Keputusan Menteri Agama No 982 tahun 2019, Keputusan Menteri Agama Nomor 519 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Agama No 518 Tahun 2001.
Di antara regulasi tersebut, kata dia, juga terdapat beleid yang menyebutkan untuk sementara MUI dan LPPOM MUI dapat menerbitkan fatwa halal tertulis sampai sistem jaminan halal terbentuk dengan baik. Hanya saja sampai saat ini sistem tersebut belum berjalan.
"Selama belum dicabut maka MUI dan LPPOM MUI tetap dapat menyelenggarakan proses sertifikasi halal dan menerbitkan fatwa halal tertulis, karena pada dasarnya sertifikat halal adalah fatwa tertulis dari Komisi Fatwa MUI atas produk yang dinyatakan halal," kata dia.