REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Menunaikan ibadah haji merupakan bagian dari perintah Allah. Namun, berbeda dengan rukun Islam lainnya, ibadah haji diperintahkan bagi umat-Nya yang mampu. Lalu, bagaimana jika seorang Muslim berangkat haji, tetapi masih memiliki atau belum melunasi utang? Bisakah ia menjadi haji yang mabrur? Ustadz Fahmi Salim menjelaskan, bahwa ibadah haji diwajibkan oleh Allah bagi orang yang mampu. Hal demikian seperti dinyatakan dalam Alquran surah Ali Imran yaat 97, yang berbunyi, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." Dalam ayat tersebut disebutkan, bahwa kewajiban haji itu dikenakan bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan. Ustadz Fahmi menjelaskan, mampu yang dimaksud itu mencakup banyak faktor. Pertama, mampu secara finansial. Ia mengatakan, hendaknya seorang Muslim yang pergi haji tidak terbebani oleh hak-hak yang sifatnya harta dari manusia atau orang lain. Artinya, dia sudah selesai dalam urusan harta. Selain itu, ia juga mampu menafkahi keluarga yang ditinggalkannya. "Artinya dia orang yang merdeka, tidak terlilit hutang atau terkena pailit perusahaannya," kata Ustadz Fahmi, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (14/7). Selanjutnya, ia menuturkan bahwa Muslim tersebut harus mampu secara fisik atau kesehatan. Sebab, haji merupakan ibadah yang memerlukan tubuh yang sehat dan kuat. Karena kegiatan ibadah haji memerlukan mobilitas vertikal dan horizontal, dan merupakan perjalanan yang melelahkan. Selain itu, haji harus mampu dalam keamanan. Dalam hal ini, keamanan baik itu akomodasi dan transportasi terjamin hingga ke tanah suci. Di samping, aman dari peperangan atau konflik. Jika terdapat konflik atau perang, maka menurutnya penyelenggaraan haji bisa dibatalkan pada tahun itu. "Kalau orang terhalang ibadah hajinya karena perang, konflik, atau bencana, maka Allah bolehkan haji tahun itu diganti dengan menyembelih hewan kurban," ujarnya. Sementara itu bagi wanita, sebaiknya ditemani dengan muhrimnya ketika berangkat haji. Sehingga, Muslimah tersebut terlindungi baik dalam perjalanan pergi dan pulang dari tanah suci. Lebih lanjut, Ustadz Fahmi mengatakan bahwa hendaknya orang yang akan pergi haji melunasi terlebih dahulu hutang-hutangnya, jika dia memiliki tanggungan hutang. Dengan demikian, sebelum berangkat haji dan sudah memiliki kemampuan finansial, sebaiknya melihat catatan terlebih dahulu apakah memiliki hutang atau tidak pada orang lain. Jika masih ada hutang, kata Ustaz Fahmi, sebaiknya segera dilunasi terlebih dahulu. Sebab, menurutnya, ibadah haji merupakan aktivitas yang berat. Dalam hal ini, manusia tidak ada yang mengetahui tentang takdir, usia atau pun kesehatannya. "Kita tidak tahu takdir Allah, jangan sampai nanti kita melaksanakan haji, tetapi takdir tiba-tiba sakit, tetapi masih ada hutang. Oleh karena itu, sebelum berhaji, lunasi dulu hutang kita, ada hak kepada sesama manusia," lanjutnya. Namun, bagaimana jika pergi haji, tetapi belum melunasi hutangnya, apakah bisa menjadi haji yang mabrur? Ustadz Fahmi mengatakan, bahwa untuk meraih kemabruran haji salah satunya harus melunasi hutang-hutangnya terlebih dahulu kepada sesama manusia. Pasalnya, upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah juga harus dibarengi dengan keshalehan sosial. Hal itu termasuk menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia. "Jangan sampai masih ada hutang atau hak orang yang belum kita tunaikan. Misalnya, hak pekerja yang belum kita bayarkan, maka itu menjadi tanggungan dia. Dia harus selesaikan dahulu hak-hak orang lain itu. Mudah-mudahan dengan seperti itu dia jadi haji yang mabrur," tambahnya.