REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang ke-12 dan terakhir dalam kalender Hijriyah. Di bulan ini terdapat hari raya yang dinantikan umat Islam, yakni Idul Adha atau biasa dikenal lebaran haji.
Bulan Dzulhijjah juga memiliki keutamaan yang dimiliki oleh waktu istimewa yang bernama sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Karena itu, Allah lebih mencintai suatu amalan ibadah tertentu yang dilakukan di hari-hari tersebut.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada hari-hari di mana amal shaleh di dalamnya lebih dicintai Allah SWT daripada hari-hari ini, sepuluh pertama bulan Dzulhijjah." Para sahabat lantas bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, termasuk jihad fi sabilillah?" Rasulullah bersabda, "Termasuk jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak ada yang kembali sama sekali."
Karena keutamaannya itulah, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak amal shaleh pada bulan Dzulhijjah, salah satunya dengan melaksanakan puasa. Menjelang Idul Adha pada 10 Dzulhijjah, umat Muslim disunnahkan untuk melakukan puasa.
Puasa sunnah di bulan Dzulhijjah itu di antaranya puasa dari 1-7 Dzulhijjah, puasa Tarwiyah dan puasa Arafah. Puasa ini dilakukan ketika sebagian orang Islam menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.
Dari Said bin Jubair, Rasulullah SAW bersabda, "Jika kamu masuk ke dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, maka bersungguh-sungguhlah sampai hampir saja ia tidak mampu menguasainya (melaksanakannya)." (HR. Ad Darimi, hadits hasan)
Mengutip buku berjudul "Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah" oleh Nur Solikhin, disebutkan bahwa puasa Tarwiyah dan Arafah adalah puasa dalam rangka memperingati kisah keta'atan Nabi Ibrahim As saat beliau bermimpi menyembelih anaknya, Nabi Ismail As. Puasa Arafah merupakan puasa pada hari 'Arafah, yakni hari kesembilan pada bulan Dzulhijjah. Puasa ini bertepatan saat jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah.
Namun, Sayyid Sabiq dalam bukunya berjudul "Fiqih Sunnah 3" menyebutkan, dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa Nabi SAW tidak berpuasa pada Hari Arafah. Karena itu, para ulama memandang bahwa orang yang berhaji hendaknya tidak berpuasa pada hari tersebut atau hukumnya menjadi mubah. Baik puasa Arafah maupun Tarwiyah sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak berangkat haji.
Syekh Al-Jurjawy dalam bukunya Hikmah at-Tasyri' wa Falsafatuha menyatakan, tujuan disunahkannya puasa hari Arafah adalah agar kaum Muslimin yang sedang berpuasa di hari itu memikirkan keadaan orang-orang yang sedang melakukan wukuf di suatu tempat yang sangat luas (padang Arafah) sambil mengumandangkan kalimat talbiyah (memohon ampun dan rahmat Allah). Maka, seyogyanya mereka juga merasa rindu untuk datang ke tempat suci tersebut.
Sedangkan puasa Tarwiyah adalah puasa pada hari kedelapan Dzulhijjah atau sehari sebelum hari wukuf. Puasa ini memiliki keutamaan (fadhilah) bagi yang menjalankannya. Sebab pada hari Tarwiyah, Allah akan memberikan pahala yang amat besar.
Abu Qatadah Ra. berkata, "Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, kemudian beliau menjawab bahwa puasa itu melebur dosa satu tahun yang telah berlalu dan yang akan datang." (HR. Muslim)
Secara syariat, pelaksanaan puasa sunnah Dzulhijjah, puasa Tarwiyah dan Arafah sama dengan puasa pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah waktu pelaksanaan dan niatnya.
Adapun niat melaksanakan puasa di bulan Dzulhijjah sebagai berikut:
1. Niat Puasa dari 1-7 Dzulhijjah
"Nawaitu shouma syahri dzil hijjah sunnatan lillahi ta'ala."
(Saya niat puasa sunah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta'ala).
2. Niat puasa Tarwiyah
"Nawaitu shouma tarwiyata sunnatan lillaahi ta'ala."
(Saya niat puasa sunah Tarwiyah karena Allah Ta'ala).
3. Niat puasa Arafah
"Nawaitu shauma 'arafata sunnatan lillaahi ta'ala."
Artinya: Saya niat puasa Arafah, sunah karena Allah ta'ala.