REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Setiap tahun ibadah haji biasanya dihadiri oleh lebih dari dua juta jamaah. Namun, tahun ini akibat pandemi Covid-19, jamaah haji kemudian dibatasi.
Beberapa perusahaan berlomba-lomba mencari peluang dalam pembatasan ini dengan membuat perangkat lunak virtual berhaji. Tetapi beberapa Muslim mempertanyakan apakah ritual ibadah wajib ini dapat direplikasi secara virtual.
"Sayangnya, penerimaan teknologi di dunia Islam sedikit lebih lambat daripada ambisi kami, bahwa segmen tertentu dari muslim tidak dapat melihat manfaat masa depan yang dapat disediakan haji virtual," kata Mohammed Alsherebi, pendiri Centillion Inc., sebuah perusahaan konsultan yang berekspansi di Timur Tengah.
Dilansir di Wall Street Journal, Selasa (21/7) bahkan tanpa pandemi, sejumlah besar Muslim tidak dapat melakukan perjalanan ke Makkah karena alasan keuangan atau medis. Teknologi haji virtual akan membuat mereka melihat ke dalam kota suci untuk pertama kalinya.
Sebuah perusahaan, iUmrah.World misalnya, mengembangkan sebuah aplikasi yang memungkinkan umat Islam umroh ke Makkah. Apalagi Arab Saudi menangguhkan umroh sejak Februari.
CEO Aplikasi iUmrah.World Ahmed Alhaddad mengatakan aplikasi buatannya memungkinkan pengguna menemukan dan membayar proxy di Arab Saudi dan sesuai rukunnya pengguna dapat menyelesaikan umroh atas nama mereka. Proxy tinggal memuat perjalanan mereka dan satu demi satu ritual ibadah yang harus mereka selesaikan di Makkah kepada para pelanggan iUmrah.
"Ini model yang mirip Uber, secara tradisional, Anda tidak dapat melakukan perjalanan ke Makkah seorang diri dan harus bergabung dengan muslim lainnya untuk pergi berhaji. Kini kami menempatkan teknologi di belakang itu dan membiarkan orang benar-benar melihat ibadah mereka dilakukan," ujar Alhaddad.
Alhaddad mengatakan tahun depan ia berharap merilis produk serupa yang disebut iHajj, yang akan menggunakan teknologi 5G untuk siaran langsung di seluruh haji, pembaruan dari 4G yang digunakannya sekarang untuk menyiarkan satu hingga tiga jam umroh pada hari tertentu. Dewan Muslim Inggris mengatakan secara umum diterima bahwa haji virtual tidak sama dengan melakukan haji secara langsung.
Ali Shihabi, seorang penulis dan komentator tentang politik dan ekonomi Timur Tengah, mengatakan berhaji adalah bagian dari ujian Allah sejak mulai pergi dari rumah dan bertemu dengan Muslim lain di Makkah. Kedua hal tersebut tidak mungkin jika hanya duduk di ruang keluarga dengan komputer saja.
Banyak aturan yang terkait dengan ritual haji seperti mengenakan pakaian ihram dan tidak memotong kuku selama berhaji. Ini sama pentingnya dengan perjalanan itu sendiri.
"Ini seperti pengalaman berenang secara virtual, Itu tidak akan pernah sama dengan benar-benar berenang di laut," kata kata Jonathan AJ Wilson, seorang profesor strategi merek dan budaya di Regent's University di London yang umroh pada 2009.
Namun, teknologi haji virtual masih dapat diterima jika untuk sebuah motivasi spiritual bagi umat Islam yang ingin merasa lebih dekat dengan Tuhan. Layanan ini memungkinkan non-Muslim melihat ke dalam tempat yang tidak boleh mereka masuki secara fisik.