Rabu 22 Jul 2020 18:55 WIB

Misi Makkah Snouck Hurgronje, Tarekat, dan Hindia Belanda

Snouck mengingatkan pemerintah kolonial berhati-hati terhadap bahaya politik Islam.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Misi Makkah Snouck Hurgronje dan Jamaah Haji Hindia Belanda. Foto: Jamaah haji zaman dulu tengah belajar pada ulama masyhur setibanya ke Makkah pada bulan Ramadhan.
Foto: gahetna.nl
Misi Makkah Snouck Hurgronje dan Jamaah Haji Hindia Belanda. Foto: Jamaah haji zaman dulu tengah belajar pada ulama masyhur setibanya ke Makkah pada bulan Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Christian Snouck Hurgronje berhasil membuat kesan kepada orang-orang bahwa dia masuk Islam. Dalam surat yang dikirim ke teman kuliahnya, Carl Bezold, pada 18 Februari 1886, Snouck mengaku bahwa ia berpura-pura menjadi Muslim agar misi yang direncanakan pemerintah Belanda berhasil. Surat kepada rekannya itu kini diarsipkan di Perpustakaan Universitas Heidelberg, Belanda.

Snouck merupakan penasihat resmi pemerintah Belanda untuk urusan kolonial. Sebagai sarjana Belanda budaya oriental dan bahasa, ia banyak memberikan nasihat kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam menghadapi pribumi.

Pengetahuannya yang luas tentang Islam dan kebudayaan Muslim, telah meletakkan landasan bagi peningkatan hubungan antara pemerintah kolonial dengan Muslim Hindia Belanda. Nasehat Snouck terbukti berpengaruh terhadap pola hubungan kolonialisme Belanda dan umat Islam Hindia Belanda yang sebelumnya sarat dengan sentimen permusuhan.

Dengan kefasihannya berbahasa Arab, Snouck menjadi orang langka asal Barat yang bisa memasuki Makkah pada 1885. Karena itulah, ia pun dipandang orang-orang bergelar haji lantaran sudah ke Makkah pada usia 27. Snouck kala itu memiliki nama Islam, Haji Abdul Gaffar.

 

Perjalanannya sebagai mata-mata di Makkah itu kemudian ia tuangkan dalam buku berjudul "Mekka" yang diterbitkan pada 1931. Buku "Mekka" ini aslinya ditulis dalam bahasa Jerman dan terdiri dari dua jilid, yakni "Mekka:Die Stadt un Ihre Herren (Leiden: Brill, 1888), dan Mekka:Aus dem Hautigen Leben (mit Bilder-Atlas),(Leiden:Brill, 1889).

Kemulusan langkahnya ke Makkah itu tidak lepas dari bantuan informan pribumi asal Banten dari komunitas Jawi, Raden Abu Bakar Djajadiningrat. Mengutip Jajat Burhanudin dalam bukunya berjudul "Islam dalam Arus Sejarah Indonesia", menyebutkan bahwa Snouck alias Abdul Gaffar mengangkat Abu Bakar tidak hanya sebagai guru bahasa Melayu, tetapi juga sebagai tokoh kunci yang memfasilitasi untuk berhubungan langsung dengan komunitas Jawi. Abu Bakar juga yang memperkenalkan Snouck kepada gurunya yang berasal dari Maroko, Sayyid 'Abd Allah al-Zawawi (1850-1924), yang kemudian menjadi pelindung Snouck di Makkah.

Beberapa bulan setelah kedatangannya di Jeddah pada 24 Agustus 1884 dan tinggal di konsulat Belanda, Snouck kemudian pindah ke rumah Abu Bakar pada 1 Januari 1885. Di sana, ia mulai dikenalkan iman Islam secara personal. Pada 16 Januari 1885, di bawah kesaksian dua orang pegawai Turki, ia memeluk Islam. Meskipun bentuk masuk Islamnya Snouck ini hanyalah samaran belaka. Dari rumah Abu Bakar itulah, terbuka pintu bagi Snouck untuk memasuki kota suci Makkah.

Di Makkah, Snouck tinggal beberapa lama dari 1884-1885. Di Jeddah dan Makkah, Snouck mendiskusikan soal hukum Islam dengan sarjana-sarjana Arab yang terkenal waktu itu. Ia juga mempelajari kehidupan sehari-hari orang Arab di Makkah dan mengumpulkan bahan-bahan dari orang Indonesia yang bermukim di sana tentang sikap pemeluk agama Islam terhadap kekuasaan kolonial, seperti Belanda dan Inggris.

Snouck sendiri memiliki pandangan terhadap Islam yang berbeda dari pada cara pandang pemerintah Belanda. Ia justru menekankan karakter agama Islam dan umat Muslim Hindia Belanda yang damai. Dalam buku Mekkah-nya, ia menuliskan tentang Islam dan haji berdasarkan penelitian langsung terhadap komunitas Jawi di Makkah.

Snouck menuliskan, bahwa para haji, pengikut tarekat mistis, sarjana agama di Makkah, bukanlah orang-orang yang berbahaya dan fanatik. Namun, mereka secara bersama-sama merepresentasikan jaringan intelektual Hindia-Timur dengan kota-kota besar Islam. Pemerintah Hindia Belanda sendiri memandang Makkah sebagai pusat konspirasi anti-Belanda dan anti-kolonial.

Dalam buku tersebut disebutkan, bahwa komunitas Jawi di Makkah berkontribusi bagi terbentuknya diskursus Islam di Hindia Belanda. Hal demikian terjadi bersamaan dengan pelembagaan ulama dan pesantrennya.

Berbeda dengan pandangan pemerintah Belanda, Snouck juga menyebutkan bahwa komunitas Jawi di Makkah dan jamaah haji Hindia Belanda pada umumnya merupakan sarjana dan guru yang tidak mementingkan duniawi. Sebagian besar dari mereka hanya ingin menyembah Allah dengan damai. Dengan demikian, Snouck memberi masukan bahwa penindasan terhadap umat Islam tidak perlu dilakukan.

Snouck juga berpandangan bahwa gelar haji dan pakaian Arab tidak perlu direorganisasi seperti yang ditegaskan dalam ordonansi 1895. Selain itu, pembatasan haji juga dinilai hanya akan menghasilkan dampak yang tidak menguntungkan.

Kendati demikian, Snouck tetap mengingatkan pemerintah kolonial untuk berhati-hati terhadap bahaya politik fanatisme Islam. Pria yang lahir di Oosterhout, Belanda, 8 Februari 1857 silam itu menunjuk pada kelompok pan-Islamisme dan kaum fanatik lokal dalam bentuk tarekat.

Dia berpandangan, kelompok Islam inilah yang menjadi dasar atau alasan ketakutan Belanda terhadap Islam. Sebab, kelompok Muslim ini menerjemahkan Islam ke dalam doktrin dan gerakan politik. Karena itulah, ia merekomendasikan kepada pemerintah Belanda untuk secara tegas memberantas gerakan Islam politik. Bahkan jika perlu, dilakukan tindakan militer dalam rangka membatasi ruang gerak pertumbuhan Islam politik di Hindia Belanda.

Dalam hal ini, Snouck juga menyarankan pemerintah Belanda agar menerapkan langkah yang tepat agar membuat potensi dari umat Islam atau komunitas Jawi untuk memberontak diarahkan untuk mendukung pemerintah atau paling tidak dibuat tidak berbahaya. Ia juga menekankan tentang bagaimana pemerintah Belanda seharusnya berhadapan dengan isu keagamaan di Hindia Belanda.

Misi Snouck ke Makkah itu nyatanya memberi pengetahuan baru kepada Belanda tentang jamaah haji Hindia Belanda dan juga tentang Islam. Sehingga, pemerintah Hindia Belanda memiliki cara untuk menindas pergerakan kebangsaan Indonesia yang sebagian berdasarkan ajaran Islam, seperti Perang Aceh dan Sarekat Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement