REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag mulai membahas rencana penyelenggaraan ibadah umroh 1442 H. Pembahasan mencakup identifikasi permasalahan serta langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam penyelenggaraan umroh 1442H.
"Pembahasan awal ini untuk mengidentifikasi permasalahan sekaligus rumusan mitigasinya, serta langkah persiapan seandainya Saudi membuka kembali penyelenggaraan ibadah umroh setelah selesainya musim haji 1441 H," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim saat memimpin Diskusi Virtual tentang Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Umroh Tahun 1442H dari Jakarta, Rabu (22/07).
Rapat daring ini diikuti pimpinan Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) /Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), yaitu Amphuri, Kesthuri, Himpuh, Sapuhi. Hadir juga perwakilan dari pihak Garuda Indonesia dan Saudia Airlines. Ikut bergabung, jajaran Ditjen PHU dan Konsul Haji KJRI Jeddah.
“Sampai saat ini belum ada informasi resmi dari Saudi tentang penyelenggaraan ibadah umroh 1442 H. Namun, kami merasa perlu siapkan mitigasi terkait potensi permasalahan dan persiapan penyelenggaraan umroh,” kata Arfi.
Menurut Arfi, rapat menyepakati untuk memprioritaskan keberangkatan jemaah umroh yang tertunda sejak akhir Februari 2020. Sebagaimana diketahui, pada 27 Februari 2020, Saudi mengeluarkan kebijakan penangguhan sementara akses masuk ke negaranya, baik untuk umrah maupun ziarah. Prioritas ini dipersiapkan jika Pemerintah Arab Saudi kembali membuka penyelenggaraan ibadah umroh.
Kesepakatan untuk memprioritaskan jamaah tertunda ini didukung dan diapresiasi Waketum Kesthuri (Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia), Arta Hanif dan diamini seluruh asosiasi PPIU/PIHK.
Rapat juga membahas kemungkinan adanya penambahan biaya perjalanan ibadah umroh bagi jamaah yang tertunda keberangkatannya. Hal itu karena adanya kenaikan pajak di Arab Saudi, termasuk kebijakan penerapan protokol kesehatan, baik saat keberangkatan dari Tanah Air maupun saat di Tanah Suci.
Arfi meminta, agar PPIU mulai menyusun rencana keberangkatan jemaah umroh tertunda. Namun, rencana tersebut tidak perlu mencantumkan tanggal keberangkatan dan harga paket layanan terlebih dahulu. Sebab, kepastian keberangkatan masih harus menunggu kebijakan Saudi.
“Hasil pemantauan di lapangan, saat ini ada beberapa PPIU yang sudah menawarkan tanggal keberangkatan dan mencantumkan harga paket umroh. Itu sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kita masih menunggu kebijakan Saudi kapan akan membuka penyelenggaraan ibadah umrohnya,” tuturnya.
Arfi menambahkan, rapat persiapan penyelenggaraan umroh akan digelar berkelanjutan. Ke depan, akan dilakukan pertemuan dan diskusi lebih mendalam guna membahas skenario mitigasi terkait penanganan permasalahan penyelenggaraa umroh pascapandemi.
Ketua Amphuri (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia), Joko Asmoro, mendukung kebijakan Kemenag yang meminta PPIU untuk mempersiapkan penyelenggaraan ibadah umroh, dengan tidak mencantumkan tanggal keberangkatan dan harga paket layanan umrohnya sebelum ada kejelasan informasi dari Saudi.
“Apapun kebijakan Kemenag terkait penyelenggaraan ibadah umroh 1442 H, akan kami sosialisasikan kepada PPIU yang tergabung dalam anggota kami,” tutur Joko.
Terkait status tiket jemaah umroh yang tertunda keberangkatannya, peserta rapat sepakat meminta Garuda dan Saudia untuk tidak mempersulit proses refund maupun penjadwalan ulang. Kedua maskapai ini sependapat. Namun, untuk kepastian keberangkatan, tetap menunggu kebijakan dari Saudi.
“Kami hanya mempersiapkan jadwal keberangkatan. Namun kepastian penerbangan masih menunggu kebijakan pemerintah Arab Saudi,” kata GSA Saudia Airlines Andi Bermawi. Hal serupa juga disampaikan VIP Umrrah and Hajj Garuda Indonesia Ubay Ihsandi.