REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wukuf di Padang Arafah adalah ritual yang tidak boleh terlewatkan dalam rangkaian ibadah haji. Setiap orang yang menunaikan ibadah haji dalam kondisi apa pun harus melaksanakan wukuf di Padang Arafah yakni berdiam sejenak di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah
Wakil Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Misbahul Munir menjelaskan ada sederet hikmah yang bisa dipetik dalam pelaksanaan wukuf di Arafah oleh seluruh umat muslim di berbagai negara. Menurutnya wukuf di Arafah mengajarkan manusia untuk berkaca diri atau pun merenungi diri sebagai hamba Allah.
"Bagi kita yang tidak melaksanaka haji, (wukuf di Arafah) bermakna untuk menyadari keberadaan kita sebagai hamba Allah. Karena Arafah itu bahasa Arab, artinya tahu. Tahu tentang sejatinya kita ini siapa," kata kiai Misbahul kepada Republika pada Selasa (28/7).
Karena itu menurut kiai Misbahul, pada hari jamaah haji wukuf di Arafah disunahkan untuk beribadah puasa. Kiai Misbahul menjelaskan keutaman berpuasa pada hari Arafah atau juga disebut puasa Arafah adalah dapat meleburkan dosa. Selain itu dengan berpuasa menurutnya juga dapat menghilangkan kesulitan dalam hidup.
"Sesuai hadits nabi ibadah puasa di hari Arafah itu dapat melebur dosa dua tahun, tahun kemarin dan tahun akan datang. Sehingga ketika kita melaksanakan puasa maka besoknya tanggal 10 Dzulhijjah kita berlebaran atau hari raya," katanya.
Lebih dari itu, wakaf di Arafah yang kemudian berlanjut pada hari raya idul adha dan penyembelihan hewan kurban mengajarkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Sebab dalam Islam, ibadah tak hanya menjalin hubungan baik dengan Allah namun juga menjalin hubungan baik dengan makhluk. Karena itu berkurban mengajarkan seorang muslim mau berbagi kepada sesama.
"Ini bentuk kepedulian sosial, inilah ranhkaian Arafah, hari nahar dan tasyrik yang bisa kita aplikasikam dalam kehidupan. Kurban ini menjadi spirit untuk mengabdi, dan memberi," katanya.